“Terutama petani tembakau dalam penggunaan pupuk ZA yang subsidinya juga dicabut, maka perlu alternatif karena dengan pencabutan subsidi itu biaya produksi petani akan semakin membengkak,” katanya di Temanggung, Jawa Tengah dikutip dari Antara, Minggu 14 Agustus 2022.
Ia menyampaikan hal itu usai menghadiri pembukaan Sekolah Lapang Iklim (SLI) operasional BMKG Komoditas Tembakau di Desa Wonosari, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung.
Menurut Sudjadi, memang menjadi problem tersendiri bahwa petani tembakau nantinya tidak dapat subsidi pupuk ZA sehingga membuat biaya produksi petani semakin tinggi.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Menurut Kepala Desa Wonosari, masih ada petani-petani yang utang banyak. Oleh karena itu, saya punya ide yang didukung oleh Kepala BMKG dan Sekda Temanggung agar diselenggarakan focus group discussion (FGD) dulu, dengan mengundang para pakar di bidangnya di Fakultas Teknik Kimia dan Fakultas Teknologi Pertanian supaya memberikan outline dalam FGD dan saya bisa menghubungi kementerian mana yang dapat membantu,” katanya.
“Semoga dari awal FGD itu ada titik-titik pembicaraan yang bisa membuat operasional cost pertanian tembakau itu lebih murah,” katanya.
Kepala Desa Wonosari, Kecamatan Bulu, Agus Parmuji menyambut baik rencana FGD yang membahas solusi setelah pencabutan subsidi pupuk nanti.
“Kami setuju keterlibatan lembaga pendidikan untuk bisa mencampur pupuk atau lainnya sehingga harga tetap murah meskipun tidak ada subsidi bagi pupuk tanaman tembakau,” katanya.
Pihaknya menyambut baik ide anggota Komisi V DPR RI yang akan mendorong kementerian, kemudian lembaga pendidikan khususnya teknik kimia dan teknologi pertanian untuk ikut berembuk tentang kebutuhan petani tembakau ini.
“Memang berat bagi petani dengan pencabutan subsidi tersebut, karena setiap hektare lahan tembakau membutuhkan sekitar dua hingga tiga kuintal pupuk ZA,” katanya.
(SAW)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.