Penumpang Kereta Cepat “Dioper” ke KA Diesel, Waktu Tempuh ke Bandung Jadi Lebih Lama

Penumpang Kereta Cepat “Dioper” ke KA Diesel, Waktu Tempuh ke Bandung Jadi Lebih Lama

tribunwarta.com – Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) ditargetkan akan mulai beroperasi pada Juni 2023. Kabarnya, untuk mendukung target keterisian penumpang, muncul wacana menutup layanan KA Argo Parahyangan yang jadi pesaing kereta peluru berjuluk Komodo Merah itu.

Seperti diketahui, meski bernama Kereta Cepat Jakarta Bandung, kereta ini sejatinya tak menghubungkan Kota Jakarta dengan Kota Bandung.

Ini karena lokasi stasiun kereta berada di Tegalluar yang masuk Kabupaten Bandung, dan Stasiun Padalarang yang merupakan wilayah Kabupaten Bandung Barat. Sementara di Jakarta, lokasi stasiun berada di Halim.

Baik Padalarang maupun Tegalluar, merupakan wilayah pinggiran atau daerah penyangga Kota Bandung. Itu sebabnya, penumpang disarankan perlu turun di Padalarang dan beralih menggunakan KA feeder (pengumpan).

Harus ganti kereta

Sebagai informasi saja, teknologi Kereta Cepat Jakarta Bandung sebenarnya bisa melesat dengan kecepatan sekitar 350 km per jam. Namun kereta tidak bisa mencapai kecepatan maksimal karena rute jarak Jakarta-Bandung terlalu pendek, yakni hanya 142 km.

Belum lagi, kereta cepat masih harus berhenti di empat stasiun yakni Stasiun Halim, Stasiun Karawang, Stasiun Padalarang, dan Stasiun Tegalluar.

Dengan perhitungan tersebut, waktu tempuh kereta cepat dari Jakarta menuju Padalarang atau sebaliknya adalah sekitar 36 menit dan 46 menit sampai ke Stasiun Tegalluar.

Penumpang dengan tujuan akhir Kota Bandung, bisa beralih menggunakan kereta feeder. Menurut rencana, pemberangkatan KA Feeder setiap 20 menit pada jam sibuk dan 30 menit di luar jam sibuk, atau menyesuaikan operasional kereta cepat.

Durasi perjalanan dari Stasiun Padalarang ke Stasiun Bandung sendiri diperkirakan memakan waktu 18 menit. Jika kereta feeder berhenti di Stasiun Cimahi, maka durasi perjalanan bertambah jadi 22 menit.

Waktu tempuh penumpang tujuan Kota Bandung itu belum menghitung waktu yang dihabiskan untuk menunggu kedatangan kereta pengumpan (headway) dan perjalanan transit dengan berjalan kaku dari stasiun kereta cepat menuju stasiun kereta api.

Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, menilai proyek ini terbilang nanggung lantaran trase yang dilewatinya tak sampai ke Kota Bandung. Sehingga penumpang masih harus direpotkan dengan berganti moda transportasi untuk menuju ke tengah kota.

Jika demikian, stasiun kereta cepat tak ubahnya seperti bandara yang lazimnya berada di pinggiran. Di negara asalnya, dengan keunggulan letak stasiunnya, kereta cepat adalah pesaing utama pesawat udara yang memang diperuntukan untuk rute jarak jauh.

“Ibaratnya lucu, dia kereta cepat sekitar 30 menit dari Jakarta ke Bandung, tapi cuma sampai Tegalluar,” kata Djoko.

Kondisi ini tentu berbeda dengan ketika masyarakat menggunakan kereta reguler Argo Parahyangan. Meski waktu tempuhnya sekitar 3 jam, namun penumpang cukup duduk manis dan bisa turun di jantung Kota Bandung, harga tiketnya pun jauh lebih murah ketimbang kereta cepat.

Sebagai perbandingan, di negara asalnya yakni China, stasiun kereta cepat yang menghubungkan dua kota terbesar Beijing dan Shanghai, berada di pusat kota sebagaimana stasiun kereta api yang sudah lebih dulu eksis.

Di Beijing, lokasi stasiun ada di Beijing South Railway Station yang berada di Distrik Fengtai. Sementara di Shanghai, stasiunnya adalah Shanghai Hongqiao Railway Station.

Dengan lokasi stasiun yang lebih dekat dengan jantung kota, kereta cepat menjadi pesaing dari pesawat udara yang mana lokasi bandara lazimnya berada di pinggiran.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *