Pada wanita lebih cenderung rentang terkena osteoporosis dibandingkan pria. Sebanyak 1 dari 3 wanita di atas 50 tahun bisa terkena osteoporosis, sementara 1 dari 5 pria pada umur yang sama dengan wanita, bisa terkena osteoporosis.
Osteoporosis diketahui sebagai penyakit dengan ‘silent disease’, di mana tidak ada gejala apa pun, kecuali seseorang memeriksakan tulang mereka atau terkena patah tulang. Patah tulang menyebabkan rasa nyeri. Disabilitas, deformitas, hingga sampai kematian.
Pada pertemuan bincang virtual bersama dr. Eva Susanti dan dr. Bagus Putu Putra Suryana, SpPD-KR pada Kamis, 20 Oktober 2022 membicarakan bahwa pandemi Covid-19 ternyata memengaruhi peningkatan jumlah penderita osteoporosis.
“Penderita patah tulang dan osteoporosis meningkat setelah pandemi dua tahun ini,” kata dr. Bagus dalam seminar virtual bertajuk: Ayo Tingkatkan Kesehatan Tulang, Cegah Osteoporosis.
Hal tersebut bisa terjadi lantaran mobilitas masyarakat yang berkurang, seperti tidak banyak melakukan aktivitas fisik, makan tidak terkontrol, tidak mendapatkan sinar matahari cukup, hingga kurang untuk menjaga kesehatan tulang.
Belum lagi pada generasi muda yang lebih senang menghabiskan waktu di depan gadget tanpa melakukan aktivitas fisik. Padahal, umur anak-anak hingga dewasa menjadi umur yang baik untuk ‘menabung’ massa tulang.
“Hati-hati selama Covid-19 ini, mobilitas kita kurang, makanan kita tidak terkontrol dengan baik, perhatian kita cemas terhadap Covid-19 saja, lupa kalau ada osteoporosis,” katanya.
Dr. Bagus mengimbau masyarakat bisa menjaga kesehatan tulang mereka sejak dini dengan konsumsi susu dan juga makanan yang mengandung vitamin D, seperti tahu, tempe, kacang-kacangan, sayuran, dan buah-buahan.
Selain itu, berjemur di bawah sinar matahari juga sangat disarankan. Jam 9 hingga 11 pagi menjadi waktu yang baik untuk berjemur. Kamu bisa berjemur sekitar 15 hingga 30 menit per hari.
Kata dr. Bagus, dengan menjaga tulang sejak dini, pertumbuhan tulang diharapkan menjadi maksimal sehingga mencapai puncak massa tulang yang tinggi. Dengan demikian, seseorang tersebut memiliki ‘tabungan’ tulang ketika sudah menginjak lansia.
Aulia Putriningtias
(FIR)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.