Mengenal 5 Jenis Pajak di Indonesia Beserta Contohnya

Mengenal 5 Jenis Pajak di Indonesia Beserta Contohnya

tribunwarta.com – Tidak bisa dipungkiri, di Indonesia pajak berperan sebagai tulang punggung pembangunan negara. Sebagai warga negara taat pajak, sudahkah Anda mengetahui jenis-jenis pajak?

Simak pembahasannya di artikel berikut ini!

Rubrik Finansialku

Fungsi Pajak di Indonesia

Berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, penerimaan perpajakan masih menjadi penyumbang terbesar pendapatan negara yang mencapai 85.6% dari total pendapatan negara dan masih berpotensi untuk terus ditingkatkan.

Sedikitnya, negara kita memiliki tiga sumber utama pembiayaan, yaitu: pinjaman luar maupun dalam negeri, penjualan sumber daya alam, dan pajak.

[Baca Juga: Mengerti Akan Jenis-jenis Pajak Daerah di Indonesia]

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang. Manfaat pajak memang tidak dapat dirasakan langsung oleh para pembayar pajak, karena menyelesaikan pelbagai permasalahan di negeri yang kita cintai ini, seperti kemiskinan, keamanan sampai kemakmuran.

Untuk mengenal lebih jauh tentang jenis-jenis pajak yang berlaku dari Sabang sampai Merauke, pertama kita harus menentukan dari perspektif mana pajak akan kita lihat.

Apakah dari sudut berdasarkan sifatnya, berdasarkan objek/subyeknya, berdasarkan lembaga pemungutnya, atau lainnya.

Jenis-jenis Pajak di Indonesia

Perspektif yang diangkat dalam bahasan kali ini adalah penggolongan pajak berdasarkan lembaga pemungutnya, dalam hal ini adalah Pajak Pusat dan Pajak Daerah.

Pajak Pusat adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat sebagian besar melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan unit vertikal dibawahnya.

[Baca Juga: Mengenal Kode Akun Pajak dan Kode Jenis Setoran Pajak]

Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang diadministrasikan oleh Dinas/Badan Pendapatan Daerah (setiap kota/kabupaten memiliki nama yang beragam) setempat.

Adapun pajak yang dikelola oleh DJP meliputi:

#1 Pajak Penghasilan (PPh)

PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak.

Yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.

Dengan demikian, maka penghasilan itu dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.

Adapun jenis-jenis PPh adalah PPh Pasal 15, PPh Pasal 19, PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 24, PPh Pasal 25, PPh Pasal 26, PPh Pasal 29 dan PPh Final Pasal 4 ayat 2.

#2 Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean (dalam wilayah Indonesia).

Orang Pribadi, perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dikenakan PPN.

Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.

Mekanisme PPN Indonesia

Secara teknis, mekanisme yang berlaku terhadap PPN di Indonesia adalah sebagai berikut:

    Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)/Jasa Kena Pajak (JKP) wajib memungut PPN dari pembeli/penerima BKP/JKP yang bersangkutan sebesar 10% dari Harga Jual atau penggantian, dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutannya.

    PPN yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan Pajak Keluaran bagi PKP Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang harus dibayar (utang pajak).

    Pada waktu PKP di atas melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yang dikenakan PPN, PPN tersebut merupakan Pajak Masukan yang sifatnya sebagai pajak yang dibayar di muka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung dengan kegiatan usahanya.

    Untuk setiap masa pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak Keluaran lebih besar dari pada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Dan sebaliknya, apabila jumlah Pajak Masukan lebih besar dari pada Pajak Keluaran, maka selisih tersebut dapat di kompensasi ke masa pajak berikutnya. Restitusi hanya dapat diajukan pada akhir tahun buku. Hanya PKP yang disebutkan dalam Pasal 9 ayat (4b) UU No. 42 Tahun 2009 saja yang dapat mengajukan restitusi untuk setiap Masa Pajak.

    Pengusaha Kena Pajak di atas wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPN (SPT Masa PPN) setiap bulan ke Kantor Pelayanan Pajak terkait paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

#3 Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

Selain dikenakan PPN, atas pengkonsumsian Barang Kena Pajak tertentu yang tergolong mewah, juga dikenakan PPnBM. Yang dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah:

    Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau

    Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau

    Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; atau

    Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau

    Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta mengganggu ketertiban masyarakat.

#4 Bea Meterai (BM)

Anda pernah membeli meterai tempel Rp6.000 di Kantor Pos atau di tempat fotokopi? Apabila pernah, ternyata kita pernah bersentuhan langsung dengan benda meterai yang disahkan penggunaannya oleh negara.

Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan.

Cara pelunasan BM ada dua, yaitu:

    Pertama, Benda Meterai (meterai tempel dan kertas meterai).

    Kedua, dengan cara lain yang ditetapkan Menteri Keuangan (mesin teraan meterai, teknologi percetakan dan sistem komputerisasi).

Dokumen yang Terutang Bea Meterai

Dokumen yang dikenakan Bea Meterai adalah dokumen yang berbentuk:

Dokumen yang dikenakan Bea Meterai

Surat perjanjian dan surat-surat lainnya (surat kuasa, surat hibah, dan surat pernyataan) yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata

Akta-akta Notaris termasuk salinannya

Dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp6.000

Akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya

Dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp6.000

Surat yang memuat jumlah uang, yaitu:

    yang menyebutkan penerimaan uang;

    yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di bank;

    yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank; atau

    yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan.

Jika harga nominal:

    sampai dengan Rp250.000, maka tidak dikenakan Bea Meterai;

    lebih dari Rp250.000 sampai dengan Rp1.000.000, maka dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp3.000;

    lebih dari Rp1.000.000, maka dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp6.000

*Catatan: Jika harga nominal dinyatakan dalam mata uang asing, maka harga nominal harus dikalikan dengan Kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada saat dokumen dibuat. (Penjelasan Pasal 1 huruf (d) dan (e) PP 24 Tahun 2000)

Surat berharga seperti wesel, promes, dan aksep

Jika harga nominal:

    sampai dengan Rp250.000, maka tidak dikenakan Bea Meterai;

    lebih dari Rp250.000 sampai dengan Rp1.000.000, maka dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp3.000;

    lebih dari Rp1.000.000, maka dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp6.000

*Catatan: Jika harga nominal dinyatakan dalam mata uang asing, maka harga nominal harus dikalikan dengan Kurs Menteri Keuangan yang berlaku pada saat dokumen dibuat. (Penjelasan Pasal 1 huruf (d) dan (e) PP 24 Tahun 2000)

Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, yaitu:

    surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan;

    surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai, berdasarkan tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh orang lain, selain dari maksud semula.

Dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp6.000

*Catatan: Jika dokumen awalnya tidak terutang Bea Meterai, tetapi kemudian dokumen tersebut digunakan untuk alat pembuktian di pengadilan, maka atas dokumen tersebut harus dilakukan pemeteraian kemudian.

Cek, Bilyet, Giro

Efek dengan nama dan dalam bentuk apapun

Jika harga nominal:

    sampai dengan Rp1.000.000, dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp3.000;

    lebih dari Rp1.000.000, dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp6.000

Sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun yang tercantum dalam surat kolektif

Jika harga nominal:

    sampai dengan Rp1.000.000, dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp3.000;

    lebih dari Rp1.000.000, dikenakan Bea Meterai dengan tarif Rp6.000

#5 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3

PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan, pemanfaatan dan/atau penguasaan atas tanah dan/atau bangunan.

Objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan, di mana pengertian bumi dan/atau bangunan adalah sebagai berikut:

“Bumi adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan/atau perairan.”

Adapun yang bukan termasuk objek PBB adalah:

    Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang nyata-nyata tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;

    Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu;

    Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;

    Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;

    Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi Internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan.

Sebenarnya terdapat 5 (lima) sektor pajak dalam lingkup PBB, yaitu: Sektor Pedesaan, Perkotaan, Perkebunan, Pertambangan dan Perhutanan.

Namun, berdasarkan Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) mulai 1 Januari 2014, PBB Perdesaan dan Perkotaan (sektor P2) telah menjadi Pajak Daerah.

Sedangkan untuk PBB Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan (Sektor P3) masih tetap merupakan Pajak Pusat. Adapun pembahasan mengenai Sektor P3, akan kami sampaikan di lain kesempatan.

Pajak-pajak yang Dipungut oleh Pemerintah Daerah

Terdapat beberapa jenis pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah, baik tingkat propinsi maupun kabupaten/kota, sebagai berikut:

    Pajak Kendaraan Bermotor

    Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor

    Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor

    Pajak Air Permukaan

    Pajak Rokok

    Pajak Hotel

    Pajak Restoran

    Pajak Hiburan

    Pajak Reklame

    Pajak Penerangan Jalan

    Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan

    Pajak Parkir

    Pajak Air Tanah

    Pajak sarang Burung Walet

    Pajak Bumi dan Bangunan perdesaan dan perkotaan

    Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB)

    Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Pedesaan dan Perkotaan

Jangan Hanya Bayar Pajak, Ketahui dan Pahami Jenisnya!

Berdasarkan kewenangan pemungutannya, pemanfaatan pajak pusat adalah dialokasikan untuk seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan pajak daerah diperuntukkan sesuai kebutuhan kabupaten/kota yang bersangkutan.

Itulah sebabnya mengapa aturan pajak daerah berbeda-beda. Untuk lebih jelasnya, Sahabat-sahabat dapat mengkaji secara mandiri Undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

Semua jenis pajak tersebut, pada praktiknya bisa dibagi lagi ke dalam beberapa jenis, tergantung penerapannya terhadap kondisi di lapangan.

Nah, sebagai warga negara yang baik apalagi sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), sudah sepantasnya kita mempunyai wawasan dan pengetahuan mengenai aspek-aspek perpajakan di Indonesia, mulai dari cara menghitung, menyetor dan melapor.

Selamat belajar, sahabat Finansialku!

Penuhi Kewajiban Dengan Mudah

Semakin banyak usia kita, semakin banyak punya kewajiban yang harus kita bayarkan setiap hari, bulan, hingga tahunnya.

Kadang, kita sedikit kesal harus menghitung dan membagi-bagi dana untuk semua kewajiban yang ada, dengan penghasilan yang seadanya.

Jangan bingung, Finansialku akan memberikan Anda tips yang bisa Anda baca dan ikuti, agar dapat memenuhi kewajiban dengan mudah, menggunakan perencanaan keuangan yang tepat.

Semuanya, dapat Anda dapatkan di e-book yang bisa diunduh secara GRATIS dengan menekan tombol di bawah ini!

Free Download Ebook Perencanaan Keuangan untuk Umur 20 an

Masih ada masalah keuangan yang belum bisa diatasi? Perencana Keuangan Finansialku siap membantu! Langsung konsultasikan keuangan Anda dengan Perencana Keuangan Finansialku yang sudah bersertifikat.

Hubungi kami melalui Menu Konsultasi Keuangan di aplikasi Finansialku atau melalui link berikut ini Konsultasi Keuangan.

Anda juga dapat menjadwalkan konsultasi melalui WhatsApp.

Apakah artikel ini berguna bagi Anda? Jadilah Wajib Pajak yang taat dengan membagikan artikel ini kepada rekan dan kerabat Anda. Jangan lupa bagikan opini Anda di kolom komentar di bawah ini.

Sumber Referensi:

    Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat. 2011. Buku Panduan Hak dan Kewajiban Perpajakan

    Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai Dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai (berlaku mulai 1 Mei 2000)

    Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (berlaku mulai 1 Januari 1986)

    Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 jo. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan

    Undang-undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD)

Sumber Gambar:

    Jenis-jenis Pajak – https://goo.gl/1pUCMr

    Jenis-jenis Pajak 2 – https://goo.gl/68WDop

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *