Meikarta Diamuk Pembeli, Siapa Pemiliknya?

Meikarta Diamuk Pembeli, Siapa Pemiliknya?

tribunwarta.com – Mega proyek Meikarta kembali menjadi sorotan. Nama Meikarta kembali muncul setelah konsumen Meikarta melakukan aksi demo di Gedung DPR. Konsumen yang tergabung Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta mengadukan perusahaan properti PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) ke pemerintah karena persoalan gagal serah terima unit apartemen.

Proyek kota terencana tersebut berada di dekat Jalan Tol Jakarta-Cikampek. Proyek tersebut rencananya menyasar kalangan menengah ke bawah.

PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) adalah pengembang dari mega proyek Meikarta sekaligus anak usaha PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK). Adapun sosok dibalik perusahaan besar ini adalah Mochtar Riady.

Dirinya merupakan pendiri sekaligus Presiden Komisaris dari Lippo Group, yang saat ini dijalankan oleh putra-putranya yaitu James dan Stephen.

Mochtar Riady lahir pada 9 Mei 1929 di Malang, Jawa Timur. Ia terkenal sebagai pengusaha sekaligus praktisi perbankan dari Indonesia yang mampu mengembangkan grup bisnisnya hingga ke luar negeri.

Namanya bahkan pernah tercatat dalam daftar ‘Indonesia’s 50 Richest 2022’ versi Forbes. Menurut catatan Forbes, kini harta kekayaan Riady mencapai US$ 1,45 miliar atau setara Rp 22,62 triliun (kurs Rp 15.600).

Dikutip dari laman resmi Lippo Group, Mochtar Riady mulai menjajaki dunia bisnis pada umur 22 tahun, dengan membuka toko sepeda di Jakarta pada 1954. Dari sana, perjalanannya pun dimulai, hingga ia berhasil membawa Lippo Group menjadi salah satu perusahaan terkemuka di Asia.

Tidak lama setelah membuka usahanya itu, Riady terjun ke dunia perbankan. Dilansir dari Asia Society dan Peoplaid, antara tahun 1960-1971, ia mengubah kondisi defisit beberapa bank di Indonesia menjadi surplus besar. Mochtar mendirikan Panin Bank dengan menggabungkan empat bank, hingga berkembang menjadi bank swasta terbesar di Indonesia.

Pada tahun 1975, Riady pun memimpin Bank Central Asia (BCA) atas tawaran Liem Sioe Liong, pendiri Grup Salim. Dan pada saat kepergiannya dari sana pada 1990, aset BCA bernilai lebih dari Rp 7,5 triliun, dengan laba bersih tahunan Rp 53 miliar. Jumlah tersebut melonjak tiga kali lipat sejak pertama kali ia masuk BCA.

Dan pada 1992, dengan bantuan Liem, ia membentuk Lippo Bank bersama dengan Hasjim Ning. Dalam krisis keuangan tahun 1997, ketika puluhan bank lain bangkrut, Lippo Bank tidak hanya mampu bertahan tetapi juga berhasil berkembang.

Dari keberhasilannya itu, Riady pun mendirikan Lippo Group, sebuah kelompok bisnis yang tidak hanya mencakup banyak layanan keuangan tetapi juga telah melakukan diversifikasi ke properti, infrastruktur, pendidikan dan pengembangan perkotaan.

Lippo Group pun tumbuh secara eksponensial menjadi kerajaan bisnis yang luas, dengan operasi di berbagai negara. Lippo bahkan menjadi salah satu bisnis paling disegani di Asia Pasifik.

Salah satu bagiannya yaitu Lippo Karawaci, yang terkenal di Indonesia sebagai sebuah kota mandiri yang terdiri dari perumahan, distrik komersial, universitas dan rumah sakit.

Lihat juga video ‘Hakim Tolak Gugatan Praperadilan Eks Presdir Lippo soal Meikarta’:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *