“Ekspektasi kenaikan suku bunga Federal Reserve lebih banyak mendorong imbal hasil obligasi AS,” tulis Tim Riset Monex Investindo Futures dalam kajiannya, dilansir dari Antara, Kamis, 20 Oktober 2022.
Imbal hasil obligasi AS melonjak di tengah data dan prospek perusahaan yang suram, yang menekan selera risiko investor. Imbal hasil obligasi AS saat ini berada di level tertinggi sejak krisis keuangan 2008 yaitu 4,136 persen, karena prospek kenaikan suku bunga lebih banyak membuat investor membuang obligasi. Hal itu juga mendorong kenaikan dolar AS.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis pagi melemah, masih dipicu kekhawatiran terjadinya resesi global akibat pengetatan moneter yang agresif oleh bank sentral. Rupiah pagi ini melemah 77 poin atau 0,5 persen ke posisi Rp15.575 per USD dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.498 per USD.
Sementara itu, komentar hawkish dari pejabat The Fed mengguncang pasar minggu ini. Presiden The Fed Minneapolis Neel Kashkari memperingatkan bahwa inflasi yang terlalu panas dapat memacu The Fed untuk menaikkan suku bunga acuan di atas 4,75 persen, level tertinggi sejak 2007.
Komentar tersebut datang hanya beberapa hari setelah data menunjukkan inflasi AS tetap keras di dekat level tertinggi 40 tahun meskipun serangkaian kenaikan suku bunga tajam tahun ini. Sedangkan Presiden The Fed Atlanta Raphael Bostic juga menekankan perlunya mengendalikan inflasi, mengutip tekanan pada pasar tenaga kerja dari kenaikan suku bunga dan harga.
Pelaku pasar mengkhawatirkan kenaikan suku bunga bank sentral untuk menahan inflasi dapat mendorong ekonomi global mengalami kontraksi. Pada Rabu, 19 Oktober, rupiah ditutup melemah 34 poin atau 0,22 persen ke posisi Rp15.498 per USD dibandingkan dengan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya Rp15.464 per USD.
(ABD)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.