Konsumsi Hingga 25%, Jawa Timur Topang Industri Baja Nasional

Konsumsi Hingga 25%, Jawa Timur Topang Industri Baja Nasional

tribunwarta.com – SURABAYA, Investor.id – Industri baja di Jawa Timur dengan kontribusi konsumsi hingga 20%-25%, telah menjadi penopang bagi industri baja nasional.

“Konsumsi baja Jawa Timur cukup tinggi, bahkan paling tinggi dengan kontribusi sebesar 20% hingga 25% terhadap total konsumsi nasional yang mencapai 15,8 juta ton per tahun dan menjadikan Jawa Timur sebagai pasar yang gemuk bagi industri baja,” kata Kepala Dinas Perindustrian dam Perdagangan (Disperindag) Jawa Timur Iwan pada seminar IISIA Business Forum 2022 di Surabaya, Jumat (2/12/2022).

Menurut Iwan, tingginya konsumsi tersebut tidak lepas dari banyaknya pembangunan dan industri yang bergantung pada pasokan besi dan baja yang merupakan mother of industry. Industri baja merupakan penyuplai bahan baku bagi sektor industri seperti konstruksi, otomotif, perkapalan, elektronika, mesin perkakas, minyak dan gas bumi, kelistrikan telekomunikasi hingga industri kemasan.

Tidak hanya konsumsi yang besar, Jatim ternyata juga menjadi provinsi dengan produksi besi dan baja yang cukup tinggi. Hal ini terlihat dari besarnya realisasi ekspor besi dan baja di tahun 2021 yang mencapai US$ 622,07 juta per tahun, naik 121,5% dibanding tahun 2020 yang hanya di kisaran US$279,53 juta per tahun.

“Ini menunjukkan industri baja di Jatim mulai pulih dan mampu berkontribusi positif terhadap perekonomian,” ungkap Iwan.

Meski demikian, kata dia, ada sejumlah kendala yang masih menghantui industri ini, salah satunya adalah tingginya impor. Pada tahun 2020, impor besi dan baja Jatim mencapai US$1.179,74 juta per tahun, turun 38,70% dibanding tahun sebelumnya. Sedangkan pada tahun 2021, impor besi baja naik 52,02% menjadi US$1.793,45 juta per tahun.

Untuk mengatasi kendala tersebut, Pemprov Jatim selalu melindungi industri baja dalam negeri dari serbuan produk impor melalui pembinaan dan pengawasan kebijakan wajib SNI, meningkatkan utilitas produk besi dan baja dalam negeri melalui Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) dan memperluas hubungan dagang dan investasi melalui diplomasi, advokasi, negoisasi perjanjian bilateral, super regional, regional, bilateral dan multilateral serta kerjasama komoditas.

“Terkait program P3DN, TKDN Provinsi Jatim menempati posisi ke tiga setelah Jabar dan DKI Jakarta dengan jumlah industri sebanyak 573 unit dan 6.204 sertifikat,” ungkap Iwan.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, untuk meningkatkan utilitas industri baja dalam negeri, maka yang harus dipahami bersama adalah ‘siapa bisa membuat apa dan kapan’.

“Karena industri baja itu layaknya pohon yang sangat rimbun, layaknya pohon industri yang sangat lebat dari hulu ke hilir. Untuk itu ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama adalah spesifikasi dan kedua adalah jumlah. seringkali kita bisa membuat tetapi spesifikasi tertentu kita tidak bisa lakukan,” katanya.

Untuk itu, industri baja dalam negeri harus mampu melalukan rantai pasok melalui suatu trading company yang akan bisa mendorong industri baja. “Demikian pula dengan jumlah, kalau kurang dan kita tidak bisa memenuhi, otomatis orang akan impor, industri baja adalah industri dasar dan tidak bisa seenaknya dimatikan dan dihidupkan. Maka space dan jumlah ini harus kita identifikasi sehingga dari waktu ke waktu kita akan mampu mengurangi impor,” ungkap Putu. Selama ini, lanjutnya, pengurangan impor yang dilakukan hanya melalui tekanan regulasi.

“Pemerintah juga terus melakukan berbagai strategi dan kebijakan guna menjaga keberlangsungan industri baja nasional. Salah satunya melalui program P3DN, dimana TKDN menjadi acuan untuk penilaian. Kebijakan ini memiliki banyak tujuan, selain untuk mengurangi impor, yang paling utama adalah meningkatkan kemampuan suplai kita dan untuk meningkatkan investasi industri baja,” jelasnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *