Kala Buruh dan Pengusah Kompak Tolak Kenaikan Upah Minimum 2023

Kala Buruh dan Pengusah Kompak Tolak Kenaikan Upah Minimum 2023

tribunwarta.com – Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) telah menetapkan bahwa kenaikan Upah Minimum (UM) tahun 2023 maksimal 10 persen.

Kenaikan upah tersebut dipertegas melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022, tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023 . Pada 28 November 2022, para gubernur pun telah mengumumkan Upah Minimum Provinsi (UMP).

“Kami mengucapkan apresiasi dan terima kasih setinggi-tingginya atas penetapan UMP tahun 2023 yang berjalan dengan kondusif. Penetapan ini adalah bentuk dukungan kita semua dalam menjaga daya beli masyarakat pekerja/buruh serta mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan,” kata Menaker, Ida Fauziyah dikutip dalam siaran pers Kemenaker, Kamis (1/12//2022).

Sebanyak 33 gubernur telah menetapkan UMP 2023, meliputi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Kep. Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Jawa Tengah.

Kemudian Banten, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.

Berdasarkan data UMP yang telah dilaporkan ke Kemenaker, Provinsi Sumatera Barat mengalami kenaikan UMP tertinggi mencapai 9,15 persen, di mana UMP 2022 sebesar Rp 2.512.539 naik menjadi Rp 2.742.476 pada tahun 2023.

Sedangkan kenaikan upah terendah berada di Maluku Utara sebesar 4 persen. UMP Maluku Utara tahun ini sebesar Rp 2.862.231, pada tahun depan naik menjadi Rp 2.976.720. Sementara, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) baru akan diumumkan pada 7 Desember 2022.

Namun, penetapan UM dan UMP tersebut berujung penolakan baik dari pihak pengusaha maupun pekerja/buruh. Keduanya pun melakukan aksi penolakan dengan cara yang berbeda sebelum upah tersebut berlaku pada 1 Januari 2023.

Buruh tak puas

Mulai hari ini (1/12/2022) hingga 7 Desember, Partai Buruh bersama Serikat Buruh lainnya akan melakukan aksi besar-besaran di berbagai daerah, menolak keputusan Pj Gubernur DKI Jakarta yang menaikkan UMP DKI tahun 2023 sebesar 5,6 persen.

Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI Said Iqbal berpendapat, kenaikan UMP DKI 5,6 persen atau sebesar Rp 259.944 akan membuat buruh semakin miskin.

“Kenaikan 5,6 persen di bawah nilai inflansi tahun 2022. Karena kenaikan UMP tersebut menggunakan inflasi year to year, bulan September 2021-September 2022. Sehingga hal itu tidak bisa mendeteksi kenaikan harga BBM yang yang diputuskan bulan Oktober,” jelasnya.

Alasan lainnya, lanjut Iqbal, kenaikan UMP DKI lebih kecil jika dibandingkan dengan daerah sekitar. Bogor misalnya, sudah merekomendasikan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) sebesar 10 persen.

Rekomendasi serupa juga di Subang, Majalengka, dan Cirebon. Menurut dia, Pj Gubernur DKI tidak berhasil meningkatkan daya beli kaum buruh dan masyarakat kecil. Justru berpihak pada kelas menengah atas dan pengusaha.

“DKI itu ibu kota negara. Bagaimana mungkin naik upah hanya 5,6 persen, lebih rendah dari inflansi tahun berjalan, dan hanya setengah dari dari kenaikan upah Bogor yang direkomendasikan 10 persen,” kata Iqbal.

Iqbal bilang, kebijakan Pj Gubernur DKI jauh lebih buruk jika dibandingkan dengan Gubernur DKI sebelumnya. Terutama terkait dengan upah minimum dan beberapa kebijakan untuk orang kecil. “Kebijakan Pj Gubernur ini tidak berpihak pada orang kecil,” tegasnya.

Kenaikan upah tak cukup bayar biaya sewa rumah dan transportasi

Selain UMP DKI, buruh pun menolak kenaikan UMP di Banten yang naik 6,4 persen, DI Yogyakarta 7,65 persen, dan Jawa Timur 7,85 persen. Alasannya, tak sesuai perhitungan inflasi dan pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut.

“Kenaikan UMP dan UMK di seluruh Indonesia seharusnya adalah sebesar inflansi dan pertumbuhan ekonomi di masing-masing provinsi atau kabupaten/kota di tahun berjalan, bukan menggunakan inflansi dan pertumbuhan ekonomi tahunan,” ujar Said Iqbal.

Menurut dia, jika menggunakan data September 2021 ke September 2022, hal itu belum mencakup dampak kenaikan bahan bakar minyak/BBM yang mengakibatkan harga barang melambung tinggi.

Karena kenaikan BBM terjadi pada Oktober 2022. Sementara untuk kenaikan UMP DKI, Said Iqbal bilang, tidak akan bisa memenuhi kebutuhan buruh dan rakyat kecil di DKI

Sebab, dia memperhitungkan biaya sewa rumah minimal Rp 900.000, transportasi dari rumah ke pabrik (pulang-pergi) dan pada hari libur bersosialisasi dengan saudara dibutuhkan anggaran Rp 900.000.

Kemudian makan di Warteg tiga kali sehari dengan anggaran sehari Rp 40.000 menghabiskan Rp 1,2 juta sebulan, biaya listrik Rp 400.000, biaya komunikasi Rp 300.000, sehingga totalnya Rp 3,7 juta.

Pengusaha gugat permenaker upah

Sejumlah pengusaha yang tergabung dalam asosiasi pada 28 November telah mendaftarkan permohonan uji materi atas Permenaker Upah Minimum 2023 ke Mahkamah Agung. Pengajuan uji materi tersebut pengusaha mempercayai serta menyerahkan kepada Kuasa Hukum Integrity, Denny Indrayana.

“Permohonan keberatan tersebut telah dibayarkan biaya perkaranya, dan tinggal menunggu proses administrasi di MA, sebelum disidangkan. Uji materi diajukan oleh sepuluh asosiasi pengusaha,” kata Denny.

Adapun ke-10 asosiasi pengusaha yang mengajukan tuntutan uji materi yaitu Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI). Selanjutnya, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI), Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Himpunan Penyewa dan Peritel Indonesia (Hippindl), Gabungan Produsen Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI), dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).

Menurut mereka, ada enam peraturan perundangan termasuk Putusan Mahkamah Konstitusi yang dilanggar oleh Permenaker 18 Tahun 2022. Keenam batu uji itu adalah Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang Undang-Undang Cipta Kerja.

Berikutnya, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagaimana terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 2022.

“Namun pada intinya, Integrity menegaskan bahwa Permenaker 18 Tahun 2022 menambah dan mengubah norma yang telah jelas mengatur soal upah minimum di dalam PP Pengupahan, sehingga Permenaker tersebut nyata-nyata bertentangan dengan peraturan-peraturan yang lebih tinggi,” ucap Denny.

Menurut Denny, Menteri Ketenagakerjaan tidak berwenang untuk mengambil alih otoritas Presiden untuk mengatur upah minimum yang sudah ada jelas didelegasikan pengaturannya ke dalam PP Pengupahan.

Apalagi pengubahan kebijakan melalui Permenaker 18 Tahun 2022 tersebut kata dia, dilakukan mendadak tanpa sama sekali melibatkan para stakeholder. Termasuk tanpa ada pembahasan dengan Dewan Pengupahan Nasional dan Lembaga Kerja Sama Tripartit Nasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *