Jadi Bank Idola Investor Asing, Ini Bocoran Target Harga BMRI

Jadi Bank Idola Investor Asing, Ini Bocoran Target Harga BMRI

tribunwarta.com – Performa bisnis dan keuangan yang tumbuh pesat membuat harga saham PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) ikut melesat sepanjang tahun ini.

Harga saham BMRI terus merangkak naik menuju level All Time High-nya di tahun 2022. Secara year to date (ytd) harga saham bank dengan aset terbesar di Indonesia ini naik nyaris 50% dan menjadi bank KBMI IV dengan capital gain terbesar mengalahkan pesaingnya seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang naik 22%, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan penguatan 19%, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dengan apresiasi 44%.

Kenaikan harga saham BMRI juga tak lepas dari aksi borong investor terutama asing. Dibandingkan dengan bank kompetitornya, saham BMRI menjadi yang paling banyak dibeli oleh investor asing tahun ini dengan net buy sebesar Rp 10,2 triliun hingga Jumat (2/12/2022).

Ada banyak faktor yang membuat BMRI menjadi bank ‘kakap’ yang paling diburu oleh investor di tahun ini. Salah satu yang mencolok kinerja keuangannya. Laba bersih bank yang kini dinakhodai oleh Darmawan Junaidi ini melonjak 59,4% year on year (yoy) menjadi Rp 30,6 triliun hingga September 2022.

Apabila dikupas lebih dalam, kenaikan laba bersih yang fantastis tersebut terutama berasal dari kenaikan pendapatan bunga bersih dan beban biaya pencadangan.

Pendapatan bunga BMRI tumbuh 12,44% yoy menjadi Rp 81,3 triliun sementara beban bunga turun 8,86% yoy menjadi Rp 17,3 triliun yang berdampak pada kenaikan pendapatan bunga bersih mencapai 20% yoy menjadi hampir Rp 64 triliun.

Rasio marjin pendapatan bunga bersih BMRI pun secara konsolidasi naik 55 bps menjadi 5,53% per September 2022. Kenaikan NIM mencerminkan bahwa BMRI sukses meningkatkan imbal hasil (yield) dari aset produktifnya serta menjaga biaya atas dana atau Cost of Fund (CoF).

Jika dibandingkan dengan kuartal III-2021, yield yang dihasilkan dari aset berupa kredit terpantau naik hingga 9 bps menjadi 7,01% per kuartal III-2022. Namun biaya atas pendanaan yang berbunga (cost of interest bearing liabilities) 16 bps lebih rendah dari tahun sebelumnya menjadi 1,46%.

Pendongkrak pendapatan bunga BMRI tidak hanya dari sisi yield tetapi juga volume. Kredit BMRI secara konsolidasi naik 14,3% yoy per September 2022. Struktur pendanaan yang berasal dari dana murah (Current Account Saving Account/CASA) BMRI juga dapat dipertahankan pada tataran yang sehat dan mampu terjaga di sekitar 70%. Ini merupakan faktor-faktor yang membuat pendapatan bunga bersih maupun NIM BMRI mengalami kenaikan.

Sementara itu dari sisi pencadangan, BMRI mencatatkan penurunan sebesar hampir 28% yoy menjadi Rp 11,8 triliun. Biaya pencadangan ini tentu saja sangat terkait dengan kualitas aset perbankan yang biasanya tercermin dari rasio kredit macet (Non-Performing Loan/NPL). Semakin tinggi NPL biasanya bank akan meningkatkan pencadangan. Namun BMRI sukses menurunkan rasio NPL sebesar 72 bps yoy menjadi 2,24% per September 2022. Inilah kunci utama mengapa biaya pencadangan atau provisi bisa ditekan.

Namun yang tercermin dari angka-angka di atas sebenarnya adalah hasil dari strategi yang dijalankan oleh bank pelat merah yang satu ini. Kombinasi memacu pertumbuhan lewat penyaluran kredit yang juga memperhatikan risiko, digitalisasi yang masif untuk memperoleh pendanaan murah menjadi kunci utama bagi BMRI untuk mencetak laba dengan fantastis.

Catat saja apabila menggunakan metode sederhana yakni perhitungan yang disetahunkan (annualized) maka laba bersih BMRI di tahun 2022 bisa mencapai Rp 40,9 triliun.

Untuk outlook di tahun 2023 pun masih dikatakan positif. Bank Indonesia (BI) memperkirakan bahwa laju pertumbuhan kredit bisa mencapai 10-12% di tahun depan. Itu merupakan ramalan BI untuk angka pertumbuhan kredit industri.

Namun sebagai bank yang menyandang status sebagai bank dengan aset terbesar di RI, tentu saja angka industri tersebut terkerek dari kredit bank-bank dengan aset besar seperti BMRI. Artinya masih ada peluang BMRI mencatatkan pertumbuhan kredit hingga dobel digit di tahun 2023.

Kalau melihat dari sisi likuiditas BMRI yang tercermin dari rasio Loan to Deposit (LDR) yang masih di bawah 88% artinya ruang untuk menyalurkan kredit juga masih terbuka lebar. Dengan peluang kredit yang masih tumbuh dobel digit dan apabila dilanjutkan dengan perbaikan kualitas aset, maka bukan tidak mungkin laba bersih BMRI hingga tahun 2023 juga ikut terkerek dobel digit.

Menurut perkiraan Tim Riset CNBC Indonesia, laba bersih BMRI bisa naik 13% di tahun 2023 menjadi Rp 44,6 triliun.

Apabila menggunakan model valuasi Dividend Discount Model (DDM) dengan menggunakan asumsi pertumbuhan laba bersih secara compounding sampai 2025 sebesar 9,8%, dengan asumsi dividend payout ratio 60% hingga tahun 2024 dan 70% di tahun 2025.

Selanjutnya cost of equity 9,7% dan terminal growth mengikuti prospek pertumbuhan ekonomi nasional 5%, maka menurut perhitungan Tim Riset CNBC Indonesia nilai wajar saham BMRI ada di angka Rp 11.550/unit.

Asumsi 2022-2025

Nilai

CAGR EPS

9.8%

DPR

60-70%

CoE

9.7%

Terminal Growth

5%

Fair Value

11,573

Target Price

11,550

Apabila menggunakan harga penutupan perdagangan pekan lalu, Jumat (2/12/22) di harga Rp 10.525/unit maka dapat diimplikasikan adanya potensi keuntungan sebesar 9,7% dari target harga BMRI menurut perhitungan Tim Riset CNBC Indonesia di angka Rp 11.550/unit.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Sanggahan: Berita ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli atau menjual saham terkait. Keputusan investasi sepenuhnya ada pada diri anda, dan CNBC Indonesia tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *