Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi mengatakan penguatan rupiah utamanya disebabkan oleh runtuhnya kedigdayaan dolar AS setelah harga konsumen AS tidak berubah pada Juli dibandingkan dengan Juni, ketika harga naik 1,3 persen (mtm).
“Hasil ini lebih rendah dari ekspektasi karena penurunan tajam dalam biaya bensin, sehingga menyebabkan pasar memposisikan ulang di tengah harapan inflasi memuncak,” ungkap Ibrahim dalam analisis hariannya, Kamis, 11 Agustus 2022.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Jika kenaikan harga telah mencapai puncaknya, terangnya, investor berharap Federal Reserve AS tidak perlu mempertahankan laju kenaikan suku bunga yang sangat curam, yang telah mendukung dolar.
Saham AS dan obligasi jangka pendek juga menguat karena berita tersebut, yang mendorong Nasdaq lebih dari 20 persen di atas level terendah Juni dan imbal hasil treasury dua tahun turun menjadi 3,2141 persen, tujuh basis poin lebih rendah dari penutupan sebelumnya.
Pasar saat ini memperkirakan peluang 57,5 persen dari kenaikan suku bunga 50 basis poin pada pertemuan Fed berikutnya, meskipun kenaikan 75 basis poin lainnya tetap mungkin.
“Pembuat kebijakan Fed juga memperingatkan dalam sambutan publik setelah data bahwa mereka akan terus memperketat kebijakan moneter sampai tekanan harga benar-benar pecah,” urainya.
Dari dalam negeri, Ibrahim memandang inflasi AS yang turun menjadi 8,5 persen pada Juli 2022, menunjukkan penurunan signifikan dari tingkat tahunan sebesar 9,1 persen yang tercatat di Juni dan akan meningkatkan harapan inflasi akhirnya mencapai puncaknya di AS.
Menurunnya inflasi di AS berdampak terhadap harga minyak mentah dunia. Saat ekonomi AS bergeliat, maka permintaan energi akan naik.
“Jadi wajar saja harga minyak ikut terungkit. Dan ini merupakan sinyal negatif terutama bagi Indonesia, karena harga bahan bakar minyak (BBM) akan ikut melonjak,” tutur dia.
Namun, inflasi yang mulai melandai kembali memberikan sinyal bagi AS mulai melangkah melewati masa-masa sulit. Alhasil, kekhawatiran terjadinya resesi akan mulai berkurang sehingga permintaan energi akan mulai meningkat seiring dengan perbaikan kondisi tersebut.
Perlambatan laju inflasi membuat pasar semakin yakin bahwa bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan sedikit mengerem laju pengetatan moneter. Sebab, selama ini kenaikan suku bunga acuan yang agresif dilakukan atas nama ‘perang’ melawan inflasi.
“Dengan inflasi yang rendah di AS, The Fed dinilai bisa mengerem laju pengetatan moneter, sehingga memperkuat sinyal Bank Indonesia (BI) tetap akan menahan suku bunga acuan, karena inflasi juga masih terjaga. Membuat daya beli masyarakat tetap stabil dan ekonomi nasional bisa to the moon. Ini bukti fundamental ekonomi stabil dan berimbas terhadap menguatnya mata uang rupiah,” tegas Ibrahim.
Ibrahim memprediksi, rupiah pada perdagangan besok akan bergerak secara fluktuatif dan rupiah diprediksi ditutup masih terus menguat. “Untuk perdagangan besok, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp14.740 per USD sampai Rp14.790 per USD,” tutup Ibrahim.
(HUS)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.