Gangguan Rantai Pasok Berlanjut, BI Proyeksi Inflasi Global 2022 Capai 9,2%

Gangguan Rantai Pasok Berlanjut, BI Proyeksi Inflasi Global 2022 Capai 9,2%

tribunwarta.com – JAKARTA – Bank Indonesia (BI) meperkirakan laju inflasi dunia akhir tahun berpotensi tembus 9,2% (yoy). Ini lebih tinggi dibandingkan proyeksi IMF dalam World Economic Outlook Edisi Oktober 2022 yang menyebut inflasi global akhir tahun menyentuh 8,8% (yoy).

“Inflasi dunia kami perkirakan akan meningkat menjadi 9,2% (yoy) pada akhir tahun 2022 dibandingkan laju inflasi 2021 tercatat 6,46%(yoy). Ini laju inflasi sangat tinggi, bahkan di beberapa negara maju sudah ada yang berada di atas 10% (yoy) untuk inflasi tahun ini,” ujar Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo dalam Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan Regional Kalimantan, Senin (12/12/2022).

Ia menjelaskan, lonjakan inflasi yang terjadi di dunia diperparah dengan gangguan mata rantai pasok global akibat perang Rusia-Ukraina. Akibatnya terjadi kenaikan harga energi hingga harga pangan di tengah permintaan yang meningkat, namun suplai tidak tersedia.

Bahkan, capaian inflasi di berbagai negara hingga November juga tercatat masih melampaui level inflasi yang selama ini dialami global. Meski demikian untuk meredam inflasi, berbagai negara meresponsnya melalui kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga acuan dan mengetatkan likuiditas.

“Faktor geopolitik akibat perang juga memperparah sisi gangguan pasokan tersebut. Meski demikian, inflasi diperkirakan akan melandai seiring dengan respons pengetatan moneter,” ucap dia.

Meski demikian, transmisi kenaikan suku bunga acuan yang agresif di negara maju terhadap penurunan inflasi masih membutuhkan waktu. Laju inflasi global diperkirakan menurun ke level 5,2% (yoy) pada 2023 dan kembali turun menuju 3,8% (yoy) pada 2024.

Menurut Dody, jika semua negara maju menetapkan inflasi 2%, maka Bank Indonesia memandang inflasi masih menjadi ancaman bagi banyak bank sentral di negara lain. Bahkan kebijakan moneter akan bertahan relatif ketat di beberapa tahun kedepan.

“Kebijakan moneter mereka juga membutuhkan waktu untuk mampu menurunkan inflasi di masing-masing negara. Karena terdapat risiko akan terjadinya stagflasi yaitu perlambatan ekonomi dengan inflasi tinggi ataupun bahkan reflasi yaitu resesi ekonomi dan inflasi tinggi ini yang ke depan perlu terus diwaspadai,” pungkas Dody.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *