tribunwarta.com – Bank Indonesia mengakui kenaikan suku bunga akan melukai perekonomian sehingga pertumbuhannya akan melambat. Namun, efeknya tak akan signifikan sehingga perekonomian tahun depan masih mampu tumbuh 5% saat banyak negara diterpa resesi.
“Kami melihat risiko inflasi belum berhenti, sehingga risiko bagi kita untuk terus menaikkan suku bunga kepada dampaknya ke perekonomian mungkin akan terlihat, jadi mungkin pertumbuhan ekonomi kita tidak akan setinggi yang kita perkiraan,” kata Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo dalam acara Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) Sulawesi Tengah, Senin (31/10).
Inflasi di dalam negeri telah menanjak akibat kenaikan harga komoditas global dan BBM di dalam negeri. BI melihat tekanan inflasi ke depan bukan hanya berasal dari komoditas, tetapi juga didorong oleh permintaan yang tercermin kenaikan inflasi inti. Bank sentral memperkirakan inti inti akan mencapai 4,3% pada akhir tahun ini.
BACA JUGA
BI Sebut Inflasi Jadi Prioritas Utama, Bagaimana Arah Suku Bunga BI?
BI lantas mengumumkan kenaikan suku bunga pertamanya pada Agustus sebesar 0,25% untuk mengendalikan inflasi dan menjangkar ekspektasi inflasi ke depan. Kenaikan suku bunga berlanjut sebesar 0,5% di dua pertemuan beruntun pada September dan Oktober. Ini membuat suku bunga yang ada sat ini lebih tinggi, yang berarti biaya pinjaman menjadi lebih mahal.
Meski demikian, Dody memastikan pihaknya mengerek suku bunga dengan langkah terukur. Kenaikan suku bunga juga disesuaikan dengan tujuannya, yakni mengendalikan sumber inflasi yang berasal dari kenaikan permintaan.
Di samping itu, ia memperkirakan efeknya ke perekonomian tidak akan signifikan jika dibandingkan negara lain yang bahkan sampai terancam resesi. Banyak perekonomian negara maju yang terancam kontraksi di tengah inflasi tinggi dan suku bunga semakin mahal.
“Mungkin Indonesia termasuk beberapa sedikit negara yang masih akan tumbuh pada kisaran 4%-5%,” kata Dody.
BACA JUGA
BI Ramal Inflasi Oktober Melandai ke 5,8%, Harga Pangan Makin Turun
Ia menjelaskan, lenaikan suku bunga tentu akan melukai perekonomian, tetapi di sisi lain mampu menekan inflasi. Dody pun enegaskan bahwa pihaknya tetap menjadikan pengendalian inflasi sebagai prioritas utama.
“Masalah stabilitas harga itu tidak ada kata tawar. Tidak ada pertumbuhan ekonomi yang tinggi kalau diikuti harga yang tinggi sehingga akan mengurangi daya beli. Oleh karena itu menjadi mandat bagi Bank Indonesia untuk menjaga inflasi,” kata Dody.
BI memperkirakan inflasi pada akhir tahun ini akan mencapai 6,3% sebagai imbas kenaikan harga BBM. Inflasi kemungkinan masih di atas 4% setidaknya sampai dengan pertengahan tahun depan.
Penyebabnya, menurut Dody, efek kenaikan harga BBM masih akan terasa tahun depan, di samping juga faktor low based effect pada paruh pertama tahun ini. Meski demikian inflasi secara bulan ke bulan diperkirakan akan lebih rendah. Inflasi inti ditargetkan turun ke bawah 4% pada paruh pertama tahun ini.