Badan Informasi Geospasial Bersama Kemenhan dan TNI Inspeksi Pilar Batas di Kaltara

Badan Informasi Geospasial Bersama Kemenhan dan TNI Inspeksi Pilar Batas di Kaltara

Lumbis Pasiangan: Badan Informasi Geospasial (BIG) bersama perwakilan Kementerian Pertahanan dan TNI melakukan inspeksi pilar batas di Kecamatan Lumbis Pasiangan, Nunukan, Kalimantan Utara pada Jumat, 7 Oktober 2022. Inspeksi ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan survei penyelesaian Outstanding Border Problems (OBP) — istilah untuk wilayah perbatasan yang masih bermasalah.
 
Secara spesifik, lokasi yang dikunjungi tim BIG bersama Kemenhan dan TNI adalah Grand Pillar 1 atau GP1.
 
“Pilar ini penting sebagai salah satu patokan atau pilar batas, di mana saat ini batas antara Indonesia dan Malaysia, masih ada beberapa segmen yang masih berstatus Outstanding Border Problems atau OBP,” ucap Kepala BIG Aris Marfai dalam wawancara dengan Medcom.id di sekitar wilayah inspeksi.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Masalah ini akan segera kita selesaikan dengan perundingan antara Indonesia dan Malaysia. Kami dari BIG bertugas secara teknis mendukung untuk survei dan pemetaan batas,” sambungnya.
 
Semua titik yang akan diukur sulit untuk dijangkau. Salah satunya GP1 yang relatif mudah namun cukup sulit dijangkau. Tim inspeksi harus menggunakan helikopter dari bandara Malinau menuju titik pendaratan di Lumbis Pasiangan, dengan waktu tempuh lebih kurang 30 menit.
 
Dari sana, tim berjalan kaki melintasi medan yang cukup sulit menuju perkampungan warga di bawah terik sinar matahari. Setelah itu, tim melanjutkan perjalanan menyusuri Sungai Peciangan dengan menggunakan perahu jenis long boat, sebelum akhirnya tiba di GP1 yang berada di tebing sungai.
 
GP1 adalah sebuah pilar batas yang dibuat oleh Belanda dan Inggris antara tahun 1912-1913. Pilar tersebut dikerjakan dalam survei bersama selama 8 bulan selama lebih kurang satu tahun. Setelah itu, kesepakatan bersama dengan judul “protokol” dibuat di Tawau pada 1915.
 
“Tahun-tahun tersebut jelas belum ada peralatan canggih, jangankan GNSS, T0 saja belum. Luar biasa para surveyor bekerja saat itu,” sebut Aris dalam keterangannya di Instagram.
 
“Alatnya belum modern, mobilisasinya juga tidak mudah. Para surveyor saat itu dibantu lebih dari 250 personel sebagai pekerja, yang sebagian besarnya adalah narapidana. Perjalanan ditempuh dengan berjalan kaki dan menelusuri sungai dengan kapal,” lanjutnya.
 
Saat ini, ungkap Aris, masih ada sekitar 7 segmen perbatasan di Kalimantan Utara dan Kalimantan Barat yang masih berstatus OBP, yaitu empat segmen di bagian Barat dan tiga segmen di timur. “Tahun ini akan kita selesaikan melalui perundingan dan pengukuran bersama dengan Malaysia,” pungkas Kepala BIG.
 

(FJR)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *