tribunwarta.com – Dengan banyaknya aplikasi penggunaan batu bara, tapi mengapa harganya terus menurun? Terlebih lagi dulu sempat terjadi booming tambang batu bara.
Bagaimana prospek batu bara di tahun 2019 ini? Apakah kembali booming ataukah melanjutkan penurunan harga?
Kehidupan modern saat ini tentunya menggunakan banyak energi untuk mendukung kegiatan sehari-hari.
Mulai dari bangun tidur memulai kegiatan hingga menutup hari tentu kita menggunakan energi dari lampu, listrik, pendingin ruangan, gadget, dan lain-lain.
Tahukah Anda darimana asal energi tersebut? Yup! Betul, batu bara adalah salah satu sumber energi untuk menghasilkan tenaga listrik dan industri infrastruktur.
Rubrik Finansialku
Profil Batu Bara
Batu bara tergolong bahan bakar fosil yang menjadi sumber energi pembangkit listrik dan berfungsi sebagai bahan bakar pokok untuk produksi baja dan semen.
Paling sedikit 27 persen dari total output energi dunia dan lebih dari 39 persen dari seluruh listrik dihasilkan oleh pembangkit listrik bertenaga batu bara.
Batu bara diminati karena kelimpahan jumlahnya di bumi, proses ekstrasinya yang relatif mudah dan murah, dan persyaratan-persyaratan infrastruktur yang lebih murah dibandingkan dengan sumber daya energi lainnya.
Sebagai bahan bakar fosil artinya batu bara termasuk energi tidak dapat diperbaharui sehingga ketersediaannya di bumi sangat terbatas.
[Baca Juga: Ini Dia Prospek Kakao Tahun 2019 Yang Perlu Anda Ketahui?]
Cadangan batu bara di bumi diperkirakan akan habis dalam 112 tahun ke depan yang sebagian besar tersembunyi di Amerika Serikat, Russia, Tiongkok, dan Indonesia.
Adapun kelemahan batu bara yaitu dikarenakan polusi karbon berbahaya bagi lingkungan. Sehingga pemerintah menggiatkan penggunaan energi yang dapat diperbaharui dan yang lebih ramah lingkungan sebagai sumber energi baru.
Gratis Download Ebook Panduan Investasi Saham Untuk Pemula
Masa Kejayaan dan Penurunan
Pada tahun 2000 an komoditas batu bara sempat menjadi primadona. Bahkan ia dijuluki sebagai penemuan emas baru karena harganya yang terus menerus melambung.
Kenaikan harga disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi di berbagai negara berkembang terutama Tiongkok sebagai konsumen utamanya.
Namun masa kejayaan ini berakhir saat terjadi krisis global di tahun 2008 saat komoditas ramai-ramai mengalami trend penurunan harga.
Pada semester 2 tahun 2009 sampai awal tahun 2011, harga batu bara global sempat mengalami rebound tajam.
Namun penurunan aktivitas ekonomi global telah menurunkan permintaan batu bara, sehingga menyebabkan penurunan tajam harga batu bara dari awal tahun 2011 sampai tengah 2016.
[Baca Juga: Meneropong Prospek USD di 2019: Apa Yang Terjadi?]
Selain perlambatan pertumbuhan ekonomi global, penyebab lain dari penurunan harga ini adalah karena menjamurnya perusahaan tambang batu bara yang baru.
Banyak perusahaan yang tertarik berbisnis batu bara karena melihat sejarah trend harga komoditas batu bara di masa lalu. Hal ini menyebabkan kelebihan ketersediaan batu bara yang sangat besar.
Penurunan harga batu bara semakin memperburuk kondisi karena penambang “meng-obral” batu bara dengan harga rendah sebanyak mungkin supaya bisa menghasilkan keuntungan sebesar besarnya.
Di awal tahun 2014 hingga pertengahan tahun 2016 terjadi kenaikan harga batu bara sehingga memberikan angin segar ke industri pertambangan.
Kenaikan harga ini dipicu oleh pulihnya harga minyak mentah, meningkatnya permintaan batu bara domestik di Indonesia seiring dengan kembalinya pembangkit listrik tenaga batu bara baru.
Namun yang lebih penting lagi yaitu kebijakan penambangan batu bara di Tiongkok yang merupakan produsen dan konsumen terbesar di dunia.
Alasan utama penyebab Tiongkok ingin mendorong harga batu bara ke level yang lebih tinggi pada paruh kedua tahun 2016 adalah tingginya rasio kredit bermasalah (non-performing loans, atau NPLs) di sektor perbankannya.
Rasio NPL-nya meningkat menjadi 2,3 persen pada tahun 2015.
Alasan utama yang menjelaskan kenaikan rasio NPL ini adalah perusahaan pertambangan batu bara Tiongkok yang mengalami kesulitan untuk membayar utangnya kepada bank.
Prospek Batu Bara di Indonesia
Dalam hal cadangan batu bara global, Indonesia saat ini menempati peringkat ke-9 dengan sekitar 2,2 persen dari total cadangan batu bara dunia. Data ini didukung oleh data BP Statistical Review of World Energy.
Sekitar 60 persen dari cadangan batu bara total Indonesia terdiri dari batu bara kualitas rendah yang lebih murah (sub-bituminous) yang memiliki kandungan kurang dari 6100 cal/gram.
Gambar dibawah ini menunjukkan data produksi, ekspor, konsumsi dan harga batu bara dalam 5 tahun terakhir, yang berasal dari Asosiasi Pertambangan Batu bara Indonesia (APBI) & Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.
Data produksi, ekspor, konsumsi dan harga batu bara
Pada bulan Januari 2019 terjadi penurunan HBA (Harga Batu bara Acuan) pada posisi harga US$92,41 yang turun tipis dibandingkan periode Desember 2018 sebesar US$92,51.
Menurut Hendra Sinadia, Direktur Eksekutif APBI- ICMA, penurunan ini dimulai dari periode Agustus 2018 yang cenderung disebabkan kebijakan pemerintah Tiongkok yang membatasi impor batu bara kalori rendah sebagai bagian dari upaya pemerintah Xi Jing Ping dalam mengendalikan dampak polusi lingkungan dari penggunaan bahan bakar fosil.
Akibat kebijakan pembatasan impor batu bara kalori rendah tersebut maka Indonesia sebagai negara pengekspor terbesar batu bara ke Tiongkok yang paling terkena dampaknya.
[Baca Juga: Investor WAJIB Menelusuri 3 Prospek Komoditas di 2019]
Sejak tahun 2017 ekspor sejumlah 364 juta ton, sebagian besar adalah kualitas batu bara kalori menengah kebawah.
Prospek harga komoditas batu bara di awal tahun 2019 akan sangat ditentukan oleh langkah yang akan diambil oleh pemerintah Tiongkok terkait dengan kebijakan impor nya.
Saat pembukaan konferensi impor Tiongkok di Shanghai pada awal November 2018 lalu, Presiden Xi Jin Ping berencana meningkatkan impor batu bara kualitas kalori rendah.
Diharapkan rencana tersebut berjalan lancar dan mengerek kenaikan harga batu bara di dalam negeri.
Prospek Batu Bara Dunia
Selama musim panas 2018 lalu, harga batu bara dunia sempat mengalami kenaikan karena kekhawatiran persediaan supply.
Namun kenaikan harga ini tidak bertahan lama karena kembali tertekan oleh regulasi kebijakan lingkungan Negara Tiongkok.
Pada tahun 2019 diperkirakan harga batu bara akan bergerak sedang-sedang saja cenderung melambat dibandingkan tahun 2018 dan terjadi peningkatan supply.
Tidak berbeda jauh dari tahun 2018, pada tahun 2019 ini faktor utama yang paling berpengaruh pada batu bara adalah pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang diperkirakan kembali melambat dan kekhawatiran efek lingkungan yang dihasilkan dari limbah batu bara.
Jangan khawatir, meski perkiraan mengatakan harga cenderung melemah tentunya trader selalu bisa memanfaatkan peluang yang ada.
Penurunan harga tidak terjadi secara terus menerus, trader dapat memanfaatkan koreksi harga untuk bertransaksi jangka waktu singkat.
Instrumen komoditas batu bara apa yang akan Anda pilih sebagai kendaraan berinvestasi di tahun 2019 ini? Semoga apapun pilihannya membawa banyak keuntungan!
Jangan lupa untuk membagikan artikel ini kepada orang lain di sekitar Anda ya, terima kasih.
Sumber Referensi:
Sumber Gambar: