Ambisi 100% Netral Karbon dan Nol Emisi Gas Rumah Kaca di 2040

Ambisi 100% Netral Karbon dan Nol Emisi Gas Rumah Kaca di 2040

Jakarta: Sebuah studi ilmiah terbaru diterbitkan di jurnal Environmental Research Letters memperkirakan bahwa 40 persen dari bahan bakar fosil yang dikembangkan harus tetap berada dalam tanah agar manusia memiliki peluang 50-50 menghentikan kenaikan suhu global sebesar 1,5 derajat Celcius. Ini merupakan satu target yang disepakati secara internasional untuk menghindari bencana iklim.
 
Sebaliknya, sumber energi terbarukan seperti matahari dan angin berlimpah. Oleh karena itu peningkatan akses dan adopsi sumber energi terbarukan akan menjadi langkah penting menuju pengurangan emisi gas rumah kaca global. 
 
Sumber daya energi fosil secara alami terbatas dan juga tidak terbarukan. Ketika habis, kita tidak dapat menciptakannya lagi. Selain itu, penggunaan dan pengembangan bahan bakar fosil merupakan kontributor penting terhadap pemanasan global dan perubahan iklim.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Intel menyebut mereka punya kebijakan penggunaan energi terbarukan sebesar 100 persen dalam seluruh operasional manufaktur global kami pada tahun 2030.
 
“Dan tantangan global aspirasional kami untuk bekerja dengan pelanggan dan pemangku kepentingan lainnya guna mewujudkan komputasi yang netral karbon pada 2030,” ujar 
 
Alexis mengatakan, Intel berada dalam posisi membuat perbedaan dengan memberikan contoh. Ini karena adalah salah satu perusahaan desain dan manufaktur semikonduktor terkemuka di dunia.
 
“Pada 2021, kami secara signifikan meningkatkan pasokan dan pembelian energi terbarukan dari 71 persen menjadi 82 persen secara global, termasuk 100 persen di Malaysia, misalnya,” lanjutnya. 
 
“Kami juga bekerjasama dengan ratusan pelanggan dan pemasok untuk menciptakan solusi-solusi yang bisa memenuhi kebutuhan daya pemrosesan komputasi yang lebih besar secara eksponensial, serta bekerja secara lebih efisien dan menggunakan lebih sedikit energi, dan beralih ke energi terbarukan jika memungkinkan.”
 
Contoh yang diberikan Alexis adalah adalah solusi komputasi perdana yang dapat diterapkan pada infrastruktur untuk menciptakan smarter grid yang mendukung energi terbarukan dan siap beradaptasi dengan perubahan kebutuhan konsumsi energi. 
 
Intel juga berencana untuk mencapai net-zero emisi gas rumah kaca dalam seluruh operasional mereka pada tahun 2040. Demi mewujudkannya, sudah ada sejumlah langkah sementara yang telah berjalan. Salah satunya mencapai penggunaan listrik terbarukan 100 persen di seluruh operasional global Intel.
 
Intel juga berinvestasi sekitar USD300 juta dalam konservasi energi di fasilitas mereka secara global, dengan target penghematan energi kumulatif sebesar 4 miliar KwH.
 
Setara dengan konversi sekitar 1 juta rumah ramah lingkungan yang sepenuhnya menggunakan energi terbarukan (berdasarkan asumsi bahwa satu rumah tangga biasa mengkonsumsi sekitar 8-10kWh per hari atau 3,65MWh per tahun).
 
Dalam membangun pabrik dan fasilitas baru guna, mereka juga mengaku memenuhi standar program US Green Building Council LEED, termasuk investasi yang diumumkan baru-baru ini di AS, Eropa, dan Asia.
 
“Target ini memperkuat komitmen Intel terhadap praktik bisnis yang berkelanjutan, termasuk strategi RISE kami. Emisi gas rumah kaca kumulatif Intel selama satu dekade terakhir hampir 75 persen lebih rendah dibandingkan jika tidak ada investasi dan tindakan apapun,” ungkap Alexis.
 
Di Asia Tenggara, ia mengatakan Intel Malaysia memanfaatkan energi matahari untuk membantu memberi pasokan listrik pada enam bangunan di kampus mereka di Kulim dan Penang, yang mencapai total 4,1MW.
 
Perbandingannya setara dengan sekitar 2.500 rumah ramah lingkungan (asumsi energi matahari dihasilkan selama sekitar 6 jam sehari di Kulim). Proyek ini juga merupakan ladang tenaga surya terbesar Intel di luar AS.
 
Untuk memitigasi dampak perubahan iklim, perlu jaringan yang dapat mendukung energi terbarukan dengan lebih baik. Model distribusi di edge of the grid dan di beberapa area artinya adalah jaringan listrik yang lebih tangguh, yang tidak lagi bergantung pada sumber daya di lokasi pusat yang dapat menciptakan bottleneck yang berpotensi menghancurkan pada saat darurat.
 
Smart grid juga dapat mendukung aliran omni-directional baik dari dan ke sumber pembangkitan, yang dibutuhkan oleh sumber energi terbarukan, dan menyeimbangkan energi yang pasokannya tidak stabil (seperti matahari dan angin) secara faktual. 
 
“Hal ini memberikan fleksibilitas bagi penyedia energi untuk mendistribusikan energi di tempat dan saat paling dibutuhkan, serta memberikan informasi yang dibutuhkan pelanggan untuk membuat pilihan energi yang sadar lingkungan dan hemat biaya,” jelasnya.
 
“Solusi kami menggabungkan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan Internet of Things (IoT) ke dalam infrastruktur yang ada. Hal ini memungkinkan pasar untuk menentukan sumber energi tertinggi dan terbaik, terlepas dari lokasi fisiknya di grid.”
 
Saat ini, operasi utilitas memiliki layer aplikasi yang telah ditambahkan dari waktu ke waktu dan tidak selalu bekerja secara kohesif. Teknologi yang dikendalikan oleh software (software-defined) ini menggabungkan berbagai aplikasi ke dalam satu platform, serta mendukung beban kerja energi baru, seperti mengaktifkan sumber-sumber energi bersih yang didistribusikan di edge of the grid. 
 
Pengambilan keputusan berbasis AI dan mempelajari penyeimbangan beban yang optimal, pada akhirnya mengarah pada pengurangan biaya modal dengan menghindari pemborosan dan mendistribusikan energi seefisien mungkin. Biaya pengoperasian juga berkurang melalui insight yang diperoleh ke setiap gardu induk dan mendukung maintenance yang prediktif.
 
Intel mengatakan telah bekerja sama dengan banyak pihak seperti pemerintah, dunia bisnis, dan perusahaan utilitas di seluruh dunia untuk menerapkan solusi smart grid ini.
 
Terkait keamanan, Alexis menekankan bahwa selalu ada penjahat yang membidik. Jaringan listrik adalah target besar, berharga, dan sangat penting, sehingga memerlukan pendekatan terhadap keamanan, baik secara fisik atau hardware, maupun dari dunia maya. 
 
Pada aspek hardware, ada solusi keamanan seperti Intel Trusted Execution Technology (Intel TXT) dalam platform Intel vPro yang bisa membantu memproteksi aset dan data di smart grid.
 
Pada aspek aplikasi, harus ada solusi keamanan end-to-end untuk melindungi dari serangan, mendeteksinya secepat mungkin, dan mengambil tindakan korektif segera.
 
“Intel Enhanced Privacy ID (EPID)  membantu menyediakan proteksi end-to-end di seluruh platform IoT dengan keamanan yang diperkuat hardware dan software, yang menciptakan rantai kepercayaan, dari edge ke jaringan hingga ke cloud,” katanya.
 
Metode tambahan untuk memerangi ancaman dunia maya yang muncul adalah dengan memvirtualisasikan dan mengkonsolidasikan sistem pemantauan dan grid monitoring yang terpisah-pisah pada komputer industri.
 
Manajemen ancaman kemudian dapat dilakukan pada satu platform, sehingga menghasilkan upaya keamanan siber yang lebih kuat dan lebih sederhana.
 

(MMI)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *