Eslami menekankan kembali pernyataan serupa yang sudah pernah diucapkan Kamal Kharrazi, seorang penasihat senior Pemimpin Agung Iran Ayatollah Ali Khamenei pada Juli lalu.
Pernyataan Kharrazi mengindikasikan bahwa Iran mungkin memiliki ketertarikan pada pengembangan senjata nuklir. Selama ini, Iran membantah tertarik mengembangkan program senjata, dan menegaskan bahwa energi nuklir hanya akan dipakai untuk tujuan damai.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
“Seperti yang sudah disebutkan Kharrazi, Iran memiliki kemampuan teknis untuk membuat bom atom, tapi program semacam itu tidak ada dalam agenda kami,” tutur Eslami, dikutip dari Asharq al-Awsat, Senin, 1 Agustus 2022.
Iran sudah melakukan pengayaan uranium hingga 60 persen, jauh di atas batasan yang diperbolehkan dalam perjanjian nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Uranium yang diperkaya hingga 90 persen dapat digunakan untuk membuat bom atom.
Pada 2018, mantan presiden AS Donald Trump keluar secara sepihak dari JCPOA dan kembali menjatuhkan sanksi ekonomi kepada Iran. Teheran pun meresponsnnya dengan melanggar poin-poin JCPOA, terutama mengenai pengayaan uranium.
Diplomat Uni Eropa Joseph Borrell telah mengajukan proposal untuk menghidupkan kembali JCPOA, dan Iran pun meresponsnya dengan baik. Borrell mengaku sudah mengajukan sebuah kerangka baru untuk menghidupkan kembali JCPOA.
“Setelah bertukar pesan pekan kemarin dan mengkaji proposal, ada kemungkinan bahwa dalam waktu dekat kami dapat mencapai sebuah kesimpulan mengenai waktu pelaksanaan putaran baru dialog negosiasi nuklir,” sebut juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani.
Upaya menghidupkan JCPOA telah berlangsung sejak beberapa bulan lalu. Namun, dialog nuklir yang berlangsung selama beberapa putaran di Wina belum menghasilkan terobosan apa pun.
Baca: Macron Yakin Perjanjian Nuklir Iran 2015 Masih Bisa Dihidupkan Kembali
(WIL)
Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.