tribunwarta.com – Sempat mengungsi ke Denmark, diaspora Indonesia, Benni Sitanggang dan keluarganya kini kembali menjalani hidup di tengah perang yang berkecamuk di Ukraina . Sebaliknya, Erni Dona Poltavtseva lebih memilih pindah sementara ke Indonesia, bersama suaminya yang adalah warga Ukraina, dan kedua anaknya.
Setelah Rusia menginvasi Ukraina bulan Februari 2022, diaspora Indonesia Benni Sitanggang yang tinggal di kota Ternopil, sekitar enam jam dari ibu kota Ukraina, Kyiv, memutuskan untuk membawa istrinya yang warga negara Ukraina, dan putrinya mengungsi.
Awalnya, pria yang berprofesi sebagai seorang influencer atau pemengaruh di media sosial ini berencana mengungsi ke Indonesia bersama diaspora Indonesia lainnya dengan pesawat. Namun, rencana itu gagal, karena pada waktu itu istri Benni tengah hamil sembilan bulan.
Dengan bantuan pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia di Ukraina, Benni dan keluarganya melakukan perjalanan darat ke Polandia. Ia kemudian melanjutkan perjalanan selama 15 jam naik mobil menuju Denmark, yang kebetulan adalah negara tempat tinggal kakaknya.
“Syukurnya, karena kita ikut mobilnya staf KBRI, jadi kita dikasih lewat. Dan istriku juga kita buat di depan, mengasih tahu sama yang cek control itu, karena kita tuh tadinya enggak bakalan bisa lewat. Tapi kita berusaha, karena kita bilang istri lagi hamil sembilan bulan, takutnya lahiran di jalan,” kenang Benni kepada VOA.
Namun, setelah tinggal tiga bulan di Denmark, Benni dan keluarganya memutuskan kembali ke Ukraina, karena cemas akan keadaan mertua yang masih bertugas sebagai dokter di Ukraina. Tidak hanya itu, Benni mengatakan, ia kesulitan mendapatkan izin tinggal dan mencari pekerjaan di Denmark.
“Kita di (Denmark) enggak tau mau ngapain juga. Mau kerja juga enggak bisa di Denmark, karena aku harus menunggu dapat izin tinggal. Jadi harus menunggu berapa bulan,” tambah pria yang sudah menetap di Ukraina sejak selapan tahun lalu ini.
Ketakutan disetop tentara
Kini, Benni dan keluarganya kembali menjalani kehidupan di tengah perang yang berkecamuk di Ukraina. Dirinya sempat merasa kaget dan ketakutan ketika tiba-tiba disetop oleh tentara yang tengah melakukan mobilisasi di jalan.
“Kami lagi jalan belanja mau pulang,” cerita pria asal Medan ini.
“Jadi pas kami jalan aku dipanggil. Kami ambil jalan lain, enggak taunya kami diikuti. ‘Kok kita diikuti tentaranya?’ Aku bilang sama istri, ‘enggak tahu, udah tenang-tenang’,” tambahnya.
Pada waktu itu Benni diminta untuk menunjukkan kartu izin tinggalnya.
“Istriku tanya, ‘memang mau ngapain?’ ‘Kita lagi mengumpulkan orang-orang muda, mobilisasi di sini untuk ikut latihan’ katanya,” jelas pria yang bertemu dengan istrinya di kapal pesiar saat bekerja menjadi koki dulu.
Istri Benni pun lalu mempertanyakan tentang undang-undang yang menyebut bahwa warga negara asing tidak boleh mengikuti pelatihan atau perang. Mereka pun lantas diperbolehkan pergi.
Listrik terbatas, harga melonjak
Benni mengatakan, berbagai bisnis di Ukraina kini masih terus beroperasi, namun kerap terganggu, akibat aliran listrik terbatas. Ia menjelaskan bahwa sejak beberapa bulan lalu, banyak pusat-pusat energi, seperti penghangat, listrik, dan gas yang terkena bom.
“Jadi sekarang itu kami dibatasi untuk penggunaan listrik dan gas juga. Jadi, bisa mati lampu 10 jam, hidup lampu cuma sejam, habis itu mati sampai enam jam, kami tunggu. Untuk restoran-restoran banyak yang tutup,” ujar pria yang memiliki pelanggan lebih dari 720.000 di YouTube ini.
Walau tidak terjadi kepanikan dalam membeli berbagai barang seperti di awal perang, harga-harga bahan makanan kini melonjak dua hingga tiga kali lipat.
Kembali ke Sekolah
Anak-anak di Ukraina, termasuk Uli, putri Benni pun sudah kembali ke sekolah. Walau sempat trauma dengan suara sirene alarm yang menandakan serangan udara, kini Uli sudah mulai terbiasa dan tahu apa yang harus dilakukan.
Jika sirene alarm berbunyi, sekolah-sekolah pun akan langsung membawa para murid berlindung di dalam bunker. Benni mengaku bahwa rasa khawatir ketika mengirim putrinya ke sekolah pasti ada. Namun, sebagai orang tua, ia ingin membuat anaknya hidup lebih nyaman.
“Karena dia di rumah bosan terus. Pada awalnya juga dia trauma dengar alarm. Tapi sekarang dia sudah mulai biasa. Kalau ada alarm, ya sudah tahu dia (harus) berbuat apa, kayak mempersiapkan tasnya. Karena di tasnya sudah dipersiapkan makanan, buku, senter, pokoknya persiapan untuk berlindung. Jadi, kalau misalnya benar-benar ada pengeboman, sudah ada bekal,” jelas Benni.
Dituduh bohong tentang perang
Terkait dengan perang, Benni mengaku para warga Indonesia yang tinggal di Ukraina, termasuk dirinya, kerap mendapatkan komentar negatif atau dianggap menyebarkan berita bohong.
Ia pun meminta warga Indonesia, khususnya yang tidak mengetahui persis situasi di Ukraina, agar tidak terprovokasi dengan hanya satu berita yang mendukung Rusia.
“Sedangkan kami di (Ukraina), WNI yang memberikan informasi langsung, yang tinggal di Ukraina, langsung di judge sama orang Indonesia itu sendiri katanya, ‘ah, bohong. Kalian itu menyebarkan berita hoaks’. Jadi mohon untuk (mengecek silang) setiap berita yang kalian lihat,” tambah Benni.
Memilih Menetap di Indonesia
Lain halnya dengan Benni, diaspora Indonesia, Erni Dona Polsavtseva yang sempat tinggal di ibu kota Kyiv bersama suami dan putranya, kini memutuskan untuk menetap sementara di Indonesia.
Ketika terjadi invasi Rusia di Ukraina, Dona memutuskan pulang terlebih dahulu bersama putranya ke Indonesia. Suami Dona, yang adalah warga negara Ukraina, menyusul sekitar enam bulan kemudian, karena harus mengamankan orang tuanya ke negara lain terlebih dahulu.
“Ada alasan tersendiri suami saya bisa keluar dari Ukraina, karena anak kami itu autis,” ujar Dona.
Dona yang adalah seorang pencipta konten di media sosial menambahkan, pria Ukraina yang punya anak berkebutuhan khusus, diperbolehkan keluar dari Ukraina. Jika terhindar dari wajib militer, pria tersebut dapat bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Dona dan keluarga pun harus beradaptasi dengan kehidupan di Indonesia.
“Ya mungkin masih ada kayak trauma-trauma gitu, terus masih deg-degan gitu dengar suara segala macam. Tapi lama-kelamaan kami juga jadi terbiasa, kayak ‘oke udah berlalu, oke aku udah di tempat yang aman’,” jelasnya saat dihubungi oleh VOA.
Awalnya, Dona sempat memutuskan untuk kembali ke Ukraina, mengingat anaknya harus sekolah. Namun, dua minggu setelah tiba di Indonesia, Dona mengetahui bahwa dirinya tengah hamil anak kedua.
“Kami pikir, enggak bagus untuk perjalanan gitu kan atau pun balik lagi,” kata Dona.
Keputusannya untuk menetap di Indonesia untuk saat ini pun semakin mantap. Hingga kini, Dona yang tinggal di Tangerang masih berusaha mencari sekolah yang tepat untuk putranya.
“Paling dia kayaknya kangen banget sekolah karena biasanya dia tuh kalau di Ukraina sekolah dari pagi sampai sore gitu ya, sedangkan di sini dia enggak ada kegiatan yang begitu banyak,” tambah Dona.
Suami Dona, yang perusahaannya bangkrut karena terjadi perang, kini sudah mulai bekerja di Indonesia. Untungnya bidang pemasaran internet yang ditekuni oleh suami Dona, membuatnya bisa bekerja secara online.
Dona dan Benni pun masih terus berkomunikasi dengan sesama diaspora Indonesia yang tinggal di Ukraina.
“Semoga mereka dalam lindungan Tuhan selalu dan semoga mereka dikasih kesabaran, kekuatan, dan juga keamanan ya yang pasti,” ujar Dona.
Dona pun kini hanya bisa bersabar dan menunggu. Ia berharap suatu hari nanti, ia dan keluarganya bisa kembali lagi ke Ukraina.
Artikel ini pernah tayang di VOA Indonesia dengan judul
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.