Jokowi Harus Tegas! Larang Eksportir Bawa Kabur Dolar ke LN

Jokowi Harus Tegas! Larang Eksportir Bawa Kabur Dolar ke LN

tribunwarta.com – Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) diharapkan lebih tegas terhadap eksportir, khususnya dalam hal devisa hasil ekspor. Eksportir seharusnya dilarang keras membawa kabur dolar Amerika Serikat (AS) ke luar negeri.

Hal ini disampaikan oleh Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Agus Herta Sumarto kepada CNBC Indonesia, Senin (26/12/2022)

Indonesia kini hanya mewajibkan ekspor memberi laporan mengenai DHE. Sementara negara lain seperti Thailand dan Malaysia sudah mewajibkan devisa ekspor harus ditahan di dalam negeri hingga 3-6 bulan. “Sangat mungkin dan sangat bisa (kontrol devisa). Sudah saatnya Indonesia menghentikan menganut rezim devisa bebas. Atau paling tidak mengurangi sistem rezim devisa bebas,” jelasnya.

Aturan sekarang, menurut Agus tidak akan membuat eksportir menaruh DHE di dalam negeri. Meskipun patut diketahui, eksportir meraup keuntungan besar, khususnya dalam dua tahun terakhir. Saat harga komoditas pertambangan dan perkebunan melejit.

“Saya kira seharusnya para eksportir tersebut menaruh uangnya di dalam negeri karena sejatinya kegiatan usaha ekspor tersebut mendayagunakan sumberdaya ekonomi Indonesia seperti tanah, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, teknologi, dana, fasilitas, dan lain sebagainya. Rasanya tidak etis jika dalam produksinya menggunakan seluruh sumber daya ekonomi di Indonesia tapi menempatkan uangnya di luar negeri,” papar Agus.

Bank Indonesia baru menerbitkan instrumen operasi moneter (OM) valas yang baru untuk mendorong penempatan Devisa Hasil Ekspor (DHE), khususnya dari ekspor Sumber Daya Alam (SDA), di dalam negeri oleh bank dan eksportir untuk memperkuat stabilisasi, termasuk stabilitas nilai tukar Rupiah dan pemulihan ekonomi nasional.

Instrumen OM Valas tersebut dilakukan dengan imbal hasil yang kompetitif berdasarkan mekanisme pasar yang transparan disertai dengan pemberian insentif kepada bank. Menurut Agus, kebijakan itu tidak cukup.

“Kebijakan untuk mendorong transaksi ekspor di dalam negeri harus komprehensif, tidak boleh hanya mengandalkan sektor moneter atau fiskal saja. Kebijakannya harus dibuat komprehensif dengan melibatkan seluruh kementerian dan lembaga terkait. Jika dilakukan secara parsial maka efektivitasnya akan rendah,” terangnya.

Apalagi negara seperti Singapura memberikan kepastian hukum kepada eksportir, sehingga tidak ada kekhawatiran ada persoalan di kemudian hari.

“Singapura lebih menjamin adanya kepastian hukum. Jika terjadi dispute antar pihak, proses peradilan bisa berjalan lebih cepat dan tidak bertele-tele. Serta probabilitas moral hazard selama proses peradilan jauh lebih kecil dibanding Indonesia,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *