tribunwarta.com – Tahukah Anda bahwa ada bermacam-macam tarif pajak penghasilan baik perorangan maupun badan usaha?
Ketahui detail tarifnya pada artikel di bawah ini!
Rubrik Finansialku
Ketahui Tarif Pajak Penghasilan Perorangan dan Badan Usaha
Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan.
Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan terhadap orang pribadi dan badan, berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Tarif yang dikenakan pun berbeda-beda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Tarif Pajak Penghasilan
Pajak penghasilan biasa disebut dengan PPh. Pajak ini banyak jenisnya, yaitu PPh 21, PPh 22, PPh 23, PPh 24, dana PPh 25. Untuk penjelasan selengkapnya, simak ulasan berikut ini.
#1 Tarif Pajak Penghasilan PPh 21
PPh 21 merupakan pajak pemotongan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) dalam negeri atas pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukannya.
PPh 21 ini dipotong dari penghasilan yang diterima oleh perorangan. Umumnya PPh 21 ini berkaitan dengan pajak yang digunakan pada sistem penggajian suatu perusahaan. Namun, sebenarnya PPh 21 juga digunakan secara luas untuk berbagai kegiatan lainnya.
Perlakuan atas PPh 21 sangat bervariasi tergantung pada jenis penghasilannya. Terdapat berbagai kategori jenis penghasilan yang dikenakan PPh 21, yaitu:
[Baca Juga: Kring Pajak 1500200: Layanan Call Center Pajak]
Tarif pajak yang dimuat pada PPh Pasal 21 dibebankan kepada Wajib Pajak yang telah berpenghasilan.
Berdasarkan PMK No. 101/PMK. 010/2016, Wajib Pajak tidak akan dikenakan pajak penghasilan apabila penghasilan Wajib Pajak sama dengan atau tidak lebih dari Rp54 juta. Objek Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dijelaskan sebagai berikut.
#2 Tarif Pajak Penghasilan PPh 22
PPh Pasal 22 atau Pajak Penghasilan Pasal 22 dikenakan kepada badan-badan usaha tertentu. Badan usaha tersebut yang melakukan kegiatan perdagangan ekspor, impor dan re-impor, baik milik pemerintah maupun swasta.
Menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) Nomor 36 tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) merupakan bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.
Mengingat sangat bervariasinya obyek, pemungut, bahkan tarifnya, ketentuan PPh Pasal 22 relatif lebih rumit dibandingkan dengan PPh lainnya.
[Baca Juga: PPh Final: 3 Hal yang Wajib Kamu Ketahui dari Pajak Final]
Pada umumnya, PPh Pasal 22 dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap “menguntungkan”, sehingga baik penjual maupun pembelinya dapat menerima keuntungan dari perdagangan tersebut. Maka dari itu, PPh Pasal 22 dapat dikenakan baik saat penjualan maupun pembelian.
Tarif PPh Pasal 22
non-API = 7,5% x nilai impor;
yang tidak dikuasai = 7,5% x harga jual lelang.
Kertas = 0,1% x DPP PPN (Tidak Final)
Semen = 0,25% x DPP PPN (Tidak Final)
Baja = 0,3% x DPP PPN (Tidak Final)
Otomotif = 0,45% x DPP PPN (Tidak Final)
[Baca Juga: E-Billing Pajak: Cara Mudah Bayar Pajak Secara Online!]
Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp10 miliar
Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp 10 miliar dan luas bangunan lebih dari 500m2.
Apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp10 miliar dan/atau luas bangunan lebih dari 400m2.
Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari Rp5 miliar dan dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual tidak termasuk PPN dan PPnBM.
#3 Tarif Pajak Penghasilan PPh 23
Tarif Pajak Penghasilan PPh 23 merupakan tarif yang dikenakan atas penghasilan yang berasal dari modal, hadiah dan penghargaan serta penyerahan jasa selain yang telah dipotong PPh 21.
Seperti yang termuat dalam UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, PPh 21 diberlakukan untuk Penghasilan Kena Pajak yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan wajib pajak. Sumber penghasilan yang dimaksud dalam hal ini di antaranya adalah upah, honorarium, gaji, tunjangan, dana pensiun serta imbalan lain.
[Baca Juga: Jenis-jenis Pajak di Indonesia Serta Penjelasannya]
Subjek pajak yang dikenai tarif PPh 23 adalah wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan bentuk usaha tetap. Sementara itu, pemotong PPh Pasal 23 adalah badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, bentuk usaha tetap, penyelenggara kegiatan, perwakilan perusahaan luar negeri, dan orang pribadi yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
Berdasarkan aturan yang berlaku dan tercantum dalam UU PPh, tarif PPh 23 dibedakan atas dua jenis, yaitu:
Tarif PPh 23 sebesar 15%
Wajib pajak diharuskan membayar PPh sebesar 15% dari jumlah bruto atas dividen, bunga, royalti, dan hadiah, penghargaan, bonus, atau sejenisnya, selain yang belum dipotong oleh PPh Pasal 21.
Seperti yang tercantum di dalam Pasal 4 ayat (1) UU 36 Tahun 2008 tentang PPh, dividen yang dimaksud termasuk dividen yang diterima oleh pemegang polis dari perusahaan asuransi serta pembagian sisa hasil usaha koperasi.
Bunga adalah diskonto, premium, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang. Sementara yang dimaksud dengan royalti adalah imbalan atas penggunaan hak.
Tarif PPh 23 sebesar 2%
Wajib pajak diharuskan membayar PPh sebesar 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta.
Sewa dan penghasilan lain yang berasal dari penggunaan tanah dan bangunan dikecualikan dari pajak ini Dasar hukumnya dapat kita temukan pada pasal 4 ayat (2) bagian d.
[Baca Juga: Gemar Koleksi Mobil Mewah? Ini Pajak yang Harus Kamu Bayar]
Tarif ini juga berlaku untuk jumlah bruto dari imbalan jasa teknik, jasa konstruksi, jasa manajemen, dan jasa konsultan.
Selain itu, ada beberapa jenis jasa lain yang dikenakan tarif PPh 23,2%, yaitu jasa penilai, jasa akuntansi, jasa hukum, jasa perancang, jasa pengolahan limbah, jasa penerbitan/percetakan, jasa penerjemahan, jasa sertifikasi, dan lain sebagainya seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.
#4 Tarif Pajak Penghasilan PPh 24
PPh Pasal 24 merupakan peraturan yang mengatur hak wajib pajak untuk memanfaatkan kredit pajak mereka di luar negeri dengan tujuan mengurangi nilai pajak terhutang yang dimiliki di Indonesia.
Sehingga, jumlah pajak yang harus dibayar di Indonesia dapat dikurangi dengan jumlah pajak yang telah mereka bayar di luar negeri, asalkan nilai kredit pajak di luar negeri tidak melebihi hutang pajak yang ingin dibayar di Indonesia.
Pemanfaatan kredit pajak di luar negeri ini dimaksudkan agar wajib pajak tidak terkena pajak ganda.
GRATISSS Download!!! Ebook Panduan Sukses Atur Gaji Ala Karyawan
Mekanisme Penghitungan PPh Pasal 24
Berikut sedikit ilustrasi penghitungan PPh Pasal 24:
Katakanlah PT XYZ tahun 2019 memperoleh pendapatan neto di dalam negeri sebesar Rp35 miliar dan dari luar negeri sebesar Rp20 miliar, Asumsi pajak di luar negeri sebesar 20%.
Total penghasilan yang tercatat adalah sebesar Rp55 miliar (Penghasilan dalam negeri + penghasilan luar negeri)
Total PPh Terutang:
25% × Rp55 miliar=Rp13,75 miliar
PPh Maksimum yang dapat dikreditkan:
(Penghasilan Luar Negeri/Total Penghasilan) ×Total PPh Terutang
(Rp 20 miliar /Rp 55 miliar) × Rp 13,75 miliar=
Rp 5 miliar
Jadi, PPh terutang yang sudah dibayarkan di luar negeri adalah sebesar Rp5 miliar. Nah, nominal ini yang akhirnya digunakan sebagai pengurang pajak dalam negeri.
[Baca Juga: Entrepreneur, Ini Cara Hitung Pajak Penghasilan Badan Usaha]
Namun ingat, apabila wajib pajak hendak mengkreditkan PPh terutang yang sudah dibayarkan pada pajak dalam negeri, terlebih dahulu Anda harus melapor kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan melaporkannya pada saat melapor SPT Tahunan.
Pelaporannya dilengkapi dengan tax return yang dilaporkan di luar negeri dan dokumen-dokumen pembayaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak di luar negeri.
#5 Tarif Pajak Penghasilan PPh 25
Pajak Penghasilan Pasal 25 merupakan pajak yang dibayar secara angsuran. Tujuannya untuk meringankan beban wajib pajak, mengingat pajak yang terutang harus dilunasi dalam waktu satu tahun. Pembayaran ini harus dilakukan sendiri dan tidak bisa diwakilkan.
[Baca Juga: 5 Hal Penting Dalam Menyiapkan Laporan Pajak Pribadi]
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun berjalan (tahun pajak berikutnya setelah tahun yang dilaporkan di SPT tahunan PPh) dihitung sebesar PPh yang terutang pajak tahun lalu, yang dikurangi dengan:
Tarif PPh Pasal 25
Terdapat dua (2) jenis pembayaran angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 (PPh Pasal 25) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP), yaitu:
Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah:
Pembayaran angsuran PPh 25 untuk wajib pajak badan yaitu = Penghasilan Kena Pajak (PKP) x 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh).
Jangan Lupa Bayar Pajak
Jadi, itulah tarif pajak penghasilan yang tertulis jelas dalam undang-undang. Sebagai warga negara yang baik, tentu Anda menyadari bahwa membayar pajak merupakan kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan.
Jika Sobat Finansialku masih bingung dengan perhitungan pajak baik itu badan usaha maupun perorangan, tenang jangan khawatir. Aplikasi Finansialku hadir untuk membantu Sobat Finansialku dengan fitur konsultasi.
Segera konsultasikan keresahan Sobat Finansialku tentang masalah finansial kepada Certified Financial Planner yang ada di Finansialku. Download aplikasi Finansialku di Google Play Store atau Apple App Store segera untuk berkonsultasi.
Semoga artikel ini membantu Sobat Finansialku dalam pelaporan pajak.
Jangan lupa untuk membagikan artikel ini kepada rekan-rekan Sobat Finansialku agar mereka juga paham bagaimana perhitungan pajak penghasilan.
Sumber Referensi: