Soal Pasal Perzinaan di KUHP, Wamenkumham Sebut Perda Tak Lagi Berlaku

Soal Pasal Perzinaan di KUHP, Wamenkumham Sebut Perda Tak Lagi Berlaku

tribunwarta.com – Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia ( Wamenkumham ) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy mengatakan, berlakunya pasal perzinaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) membuat seluruh peraturan daerah (perda) tentang zina tidak berlaku.

Sebelum munculnya KUHP baru, setiap daerah punya aturan yang berbeda terkait zina.

Beberapa wilayah melarang perzinaan sehingga melakukan razia di tempat-tempat tertentu. Tetapi, daerah lain tidak mengatur zina dalam Perda.

“Pasal ini (zina dalam KUHP baru) tetap berlaku, tetapi ada penjelasan. Penjelasannya mengatakan, dengan berlakunya pasal ini, maka semua Perda di bawahnya tidak berlaku,” ucap Eddy dalam konferensi pers bersama dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI di Jakarta, Senin (12/12/2022).

Eddy mengungkapkan, perzinaan diatur dalam Pasal 411 KUHP baru.

Pada Ayat (1) berbunyi, ‘setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II’.

Sementara itu, ayat (2) berbunyi, ‘terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan, maupun orangtua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan’.

Artinya, seseorang terbukti melanggar atas pasal ini jika terdapat aduan dari pihak-pihak terkait.

“Anda bayangkan jika tidak ada pasal ini, kemudian di daerah yang mereka rajin melakukan sweeping, razia, penggrebekan, itu mereka bisa melakukan ini terhadap siapapun, termasuk turis asing,” ujar Eddy.

Lebih lanjut, Eddy meminta turis asing yang berlibur ke Indonesia tidak khawatir berlebihan atas pasal zina. Sebab, kecil kemungkinan para turis akan terjerat hukum karena melanggar pasal tersebut.

“Dengan adanya pasal ini, dia melarang, tidak boleh melakukan penggerebekan dan sebagainya karena sifatnya adalah delik aduan. Jadi tidak boleh ada Perda yang mengatur itu sebagai delik biasa, sementara di KUHP sebagai delik aduan,” kata Eddy.

Sebagai informasi, DPR mengesahkan RKUHP dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (6/12/2022).

Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menampik jika disebutkan bahwa pengesahan KUHP terburu-buru.

Menurut Yasonna, pemerintah sudah berjuang membuat kitab hukum pidana sendiri sejak 1963. Sebab, KUHP yang berlaku selama ini adalah warisan Belanda.

Ia meyakini bahwa undang-undang tersebut tidak bermasalah. Sehingga, optimistis jika ada masyarakat yang mengajukan uji materi akan ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *