tribunwarta.com – Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022 diperkirakan bisa mencapai 3% dari produk domestik bruto (PDB) atau lebih rendah dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 3,92% dari PDB.
“Kalau kita lihat perkembangan akan di bawah itu (target), di kisaran 3-3,9% PDB. Intinya masih sangat terkendali defisitnya,” kata Wahyu Utomo, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PKAPBN) di sela-sela acara Annual International Forum on Economic Development and Public Policy (AIFED), Badung, Bali, Rabu (7/12/2022)
Rendahnya realisasi defisit APBN, Wahyu menjelaskan dikarenakan beberapa hal. Antara lain pemulihan ekonomi yang semakin menguat, ditandai dengan pertumbuhan di atas 5% dalam tiga kuartal terakhir, sementara banyak negara alami perlambatan hingga resesi.
Kemudian tingginya harga komoditas internasional, seperti batu bara, minyak kelapa sawit, nikel, bauksit, tembaga hingga besi dan baja yang merupakan komoditas ekspor andalan Indonesia.
Selain itu adalah pengendalian kasus covid-19, di mana mampu mendorong peningkatan konsumsi masyarakat dan investasi.
“Dari situ pendapatan kuat,” ujarnya. Baru saja dilaporkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengumumkan penerimaan pajak sudah menembus Rp 1.600 triliun atau lebih tinggi dari target yang sudah ditetapkan sebelumnya pada APBN.
Belanja negara, diperkirakan mampu dioptimalkan pada level 95-97% hingga akhir tahun sesuai dengan pola sebelumnya. Keseimbangan primer meskipun masih defisit, akan tetapi jauh lebih rendah dibandingkan posisi akhir tahun lalu.
Dengan demikian, pemerintah masih memiliki banyak Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) saat tutup buku. SILPA 2021 baru digunakan sebagian dan menyisakan Rp 165 triliun. Sementara untuk 2022, SILPA diperkirakan juga tinggi, yaitu di atas Rp 100 triliun.
“Jadi SILPA itu jadi buffer untuk antisipasi di tahun depan kalau risikonya masih tinggi,” pungkasnya.