tribunwarta.com – Lokasi: Jl. Medan Merdeka Barat No.12, Gambir, Jakarta Pusat 10110Map: Klik DisiniHTM: Rp.5.000 per OrangBuka Tutup: 08.00-16.00Telepon: (021) 3868172
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam melimpah sehingga banyak orang senang tinggal di negeri ini.
Ternyata kekayaan tanah Indonesia sudah ada semenjak dahulu dari ratusan dan bahkan ribuan tahun lalu.
Hal ini terbukti dengan ditemukannya fosil-fosil manusia purbakala di beberapa tempat seperti di Mojokerto, Tulung Agung, Solo, Yogyakarta dan spot lainnya.
Fosil-fosil temuan tersebut masih bisa kita lihat di Museum Nasional yang mengabadikan penemuan tersebut untuk dipamerkan kepada masyarakat umum agar bisa menjadi sumber pengetahuan tentang zaman pra sejarah.
Koleksi zaman pra sejarah ini dikelompokkan pada 7 jenis, yaitu pra sejarah, keramik, arkeologi, sejarah etmografi dan geografi serta numismatik-heraldik.
Banyak sekali koleksi benda-benda pra sejarah seperti tengkorak, lengan, gigi dan peralatan yang digunakan manusia purbakala pada masa itu.
Ada juga replika atau diorama yang menggambarkan tentang kondisi di zaman pra sejarah agar pengunjung bisa lebih memahami tentang kehidupan manusia purbakala.
Ada pula paleografi tentang terjadinya pulau Indonesia yang terbagi sampai ratusan pulau dan menjadi negara kepulauan.
Selain memiliki koleksi temuan zaman pra sejarah, Museum Nasional juga memiliki koleksi unik dari tempo dulu lainnya, seperti perunggu, patung dan arca kuno, tekstil dan masih banyak lagi.
Benda-benda tersebut meliputi batu-batuan kuno, alat tradisional untuk bercocok tanam, alat pembuatan batik, koleksi berbagai macam keris, rupa-rupa wayang golek.
Bahkan ada juga alat musik tradisional, kapal layar, perahu kecil, batu relief dan situs-situs candi serta benda-benda peninggalan nenek moyang lainnya.
Banyak sekali negara yang memiliki museum tentang benda purbakala seperti National Museum London, Museum Nasional Tokyo, serta Museum Nasional Korea dan National Museum of Singapore.
Sedangkan di Indonesia ada juga meseum serupa yaitu, Museum Nasional Ketransmigrasian yang berada di Lampung.
Sejarah Singkat
Sekitar awal abad ke-19 M, bangsa Eropa yang tinggal di Nusantara mendirikan sebuah perkumpulan yang bertujuan untuk kepetingan tentang penelitian alam di negeri ini.
Selanjutnya ketua organisasi tersebut yang berasal dari Inggris bernama Sir Thomas Stamford Raffles mendirikan sebuah gedung di daerah Kali Besar, Batavia.
Gedung tersebut digunakan untuk pertemuan dan tempat penyimpanan hasil temuan dari semua penelitian. Bekas gedung tersebut masih ada di Jalan Majapahit no.3 yang sekarang menjadi kantor Sekretariat Negara.
Karena banyaknya hasil temuan berbagai macam penelitian yang dilakukan, membuat gedung penyimpanan tersebut tidak mampu lagi menampung koleksinya.
Maka dibuatlah gedung baru di daerah Gambir yang sekarang menjadi Museum Nasional dan resmi dijadikan museum pada tahun 1868 serta dibuka untuk umum.
Setelah Indonesia merdeka, museum tersebut di kelola oleh Lembaga Kebudayaan Indonesia (LKI) pada tahun 1950.
Kemudian pada tahun 1962, LKI menyerahkan pengelolaan gedung tersebut sepenuhnya kepada pemerintah republik Indonesia.
Akhirnya pada tahun 1979, pemerintah Indonesia meresmikan gedung tersebut dengan mengganti namanya menjadi Museum Nasional dan sampai sekarang menjadi milik pemerintah Indonesia sebagai arsip nasional.
Selanjutnya pemerintah RI pusat menyerahkan sepenuhnya kepada pihak Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) untuk mengelolanya.
Kemudian pihak Kemenbudpar berusaha untuk mengembangkan Museum Nasional agar bisa menjadi cagar budaya yang bisa mencerdaskan bangsa tentang sejarah Indonesia.
Museum ini dibuka untuk umum dan siapa saja bisa mengunjungi tempat ini untuk mengenal lebih jauh tentang masa lalu bangsa Indonesia.
Masyarakat lebih suka menyebut tempat ini dengan nama Museum Gajah, karena di depan gedung ada patung gajah yang terbuat dari perunggu.
Alamat Museum berada di Jalan Medan Merdeka Barat No.12 Gambir, Jakarta Pusat. Lokasi gedung berada di pinggir jalan raya Medan Merdeka dan dilewati jalur Busway sehingga mudah untuk menjangkaunya.
Museum ini mulai buka jam 08.00-16.00 pada hari-hari kerja, sedangkan weekend ditutup jam 17.00. Letak Gedung di sebelah selatan Monas dan berada di sebelah barat stasiun kereta Gambir sesuai dengan peta yang bisa dilihat di Google Map.
Koleksi Beserta Penjelasannya
Setelah melewati pintu gerbang utama di halaman depan museum, para pengunjung akan disambut sebuah karya seni relief yang berbentuk gelombang waktu berwarna hitam.
Karya seni tersebut hasil besutan dari seorang seniman asal Bali yang bernama Nyoman Nuarta dan diberi judul “Ku Yakin Sampai Di sana”.
Sebuah gambaran tentang perjuangan nenek moyang dalam menempuh waktu yang panjang. Dalam relief tersebut terdapat banyak sekali orang-orang yang terbawa arus waktu hingga ribuan tahun.
Sebelum masuk ruangan museum, para pengunjung harus melewati pintu detektor logam dan menitipkan tasnya kepada petugas. Selain itu, tidak boleh membawa makanan dan minuman.
Gedung ini berada di sebelah timur dan merupakan gedung lama karena bangunan ini terpisah dari gedung baru yang ada di sebelah barat.
Namun sejak tahun 2022, loket pembelian tiket sudah dialihkan ke gedung 2 di sebelah barat serta disediakan buku panduan kecil setelah membayar harga tiket sebesar Rp.5000.
Memasuki ruang Museum Nasiona di gedung lama, pertama kali benda-benda yang akan dilihat adalah beberapa arca atau patung yang sudah berusia ratusan tahun.
Banyak sekali koleksi patung memenuhi ruangan dari ukuran terkecil sampai yang terbesar. Terdapat patung raksasa Bhairawa yang sedang berdiri diatas kumpulan tengkorak dan ditangannya memegang sebuah tengkorak sebagai gelas minuman.
Jika dihitung, ada 141.000 lebih artefak peninggalan dari kerajaan Sriwijaya sampai Majapahit. Keluar dari ruang utama menuju ruang tengah yang terbuka masih banyak arca dan patung yang terdapat di seluruh dinding gedung.
Di halaman tengah dengan taman rumput yang terbuka terdapat banyak sekali situs-situs batu-batuan zaman Megalitikum, masa peralihan dari zaman bercocok tanam menuju zaman logam.
Memasuki ruang Keramik, para pengunjung akan melihat beberapa patung kecil serta alat-alat rumah tangga tempo dulu. Diantaranya seperti kendi untuk tempat minuman serta wajan sebagai tempat makanan yang terbuat dari tanah.
Selain itu, banyak sekali guci-cuci keramik yang berasal dari Cina dan Vietnam terletak di sisi-sisi ruangan museum.
Bentuk guci dan keramik tersebut memang terlihat aneh bagi masyarakat Indonesia. Seluruh benda-benda tersebut diletakkan dalam ruangan dan lemari kaca.
Hal ini karena koleksi tersebut merupakan benda-benda yang mudah pecah sehingga perlu dijaga agar tidak rusak.
Ruang selanjutnya adalah koleksi rumah-rumah adat yang ada di seluruh tanah air seperti yang ada di TMII. Terdapat mini replika rumah adat yang diletakkan dalam lemari kaca.
Lebih dari puluhan replika yang ada dan setiap mini replika dilengkapi dengan foto dan keterangannya sehingga semua pengunjung bisa tahu identitas rumah adat tersebut.
Bahan-bahan mini replika rumah adat terbuat dari kayu jati, kayu nangka, bambu, rotan serta kayu-kayu lainnya yang awet dan tahan lama.
Sedangkan atap rumah menggunakan bahan-bahan yang terbuat dari daun-daunan, alang-alang serta rumput.
Khusus untuk daerah Tana Toraja, bentuk rumah masyarakat di propinsi Sulawesi Selatan itu sama semuanya baik kaya ataupun miskin.
Yang menjadi pembeda adalah, untuk kalangan orang kaya ada kepala kerbau di halaman rumahnya. Semakin banyak kepala kerbau, maka semakin kaya orang yang menghuni rumah tersebut.
Kalau rumah joglo, para pengunjung pasti sudah mengetahui darimana asalnya yaitu tradisi dari Jawa.
Namun masih banyak sekali kebudayaan Jawa lainnya seperti tempat tidur dengan ukir-ukiran beserta kasur dan bantalnya dengan guci di sekelilingnya serta sepasang patung pria dan wanita.
Tradisi tersebut bukanlah kamar yang digunakan sebagai tempat tidur penghuni rumah, namun sebagai tempat pemujaan kepada Dewi Sri sebagai rasa syukur sawahnya telah menghasilkan panen.
Tradisi pemujaan kepada Dewi Sri ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu, tepatnya pada masa Mataram kuno atau Jawa kuno sekitar abad ke-3.
Namun masyarakat Jawa sudah jarang melakukan upacara seperti itu karena sudah diganti dengan Syukuran, Kenduren, serta Nyadran.
Fenomena unik lainnya adalah nenek moyang kita banyak yang membangun rumah panggung dan hampir ada di semua propinsi.
Hal ini karena jika hidup di daerah pedalaman untuk menghindari binatang buas masuk ke dalam rumah. Sedangkan masyarakat pesisir membangun rumah panggung untuk menghindari terkena banjir atau juga rob.
Melangkah ke ruang selanjutnya adalah ruangan yang berisi tentang alat-alat tradisional dari pulau Irian zaman dahulu kala.
Ada sebuah sampan kecil panjang sejenis kano yang berada di tengah ruangan yang panjangnya memenuhi seluruh ruangan. Sedangkan peralatan-peralatan kapal lainnya diletakkan dipinggir ruangan dalam lemari kaca.
Selanjutnya adalah ruangan yang berisi tentang karya seni nenek moyang bangsa ini, seperti ukir-ukiran kayu, patung kayu serta satu set alat musik gamelan lengkap.
Masih banyak koleksi ukur-ukiran kayu sebagai simbol dari suku dan masyarakat Indonesia. Masih ada lagi koleksi lainnya yang memenuhi ruangan seperti rumah adat yang diletakkan dalam lemari kaca.
Ada sebuah patung kayu berbentuk kuda bersayap yang dikendarai seorang wanita serta dibawahnya ada raksasa.
Patung ini adalah penggambaran dari Nyai Roro Kidul yang sedang terbang dari Laut Selatan menuju Gunung Merapi di Jogja dan diletakkan di tengah ruangan namun tidak dalam lemari kaca.
Pada ruangan lainnya terdapat koleksi boneka Barong berukuran panjang yang menyerupai Singa. Patung Barong ini berasal dari Bali dan bisa diketahui dari ciri khas warna pakaiannya yang berbentuk garis warna hitam dan merah.
Di depan patung Barong, berdiri patung Rangda, yaitu perumpamaan seorang wanita berambut panjang, dengan mata membelalak serta berkuku tajam. Selain itu, lidahnya juga menjulur dan dadanya memanjang.
Boneka Barong sebagai simbol dari raja-raja atau roh-roh yang berperilaku baik, sedangkan Rangda merupakan simbol dari roh-roh jahat yang gentayangan. Hal ini merupakan sebuah gambaran tentang kebaikan dan kejahatan yang sedang berperang.
Filosofi Barong dan Rangda adalah gambaran dari diri manusia yang memiliki sisi baik dan sisi jahat yang selalu bertarung selama menjalani kehidupan ini.
Masyarakat Bali zaman dahulu sudah mengenal adanya sifat baik dan jahat yang selalu bergejolak dalam diri setiap manusia.
Maka tidak heran jika Bali lebih dikenal dengan istilah pulau Dewata karena masyarakatnya ramah dan baik.
Setelah puas berkeliling di gedung lama, maka saatnya menuju ke gedung baru yang ada di sebelah barat. Diantara dua gedung tersebut ada sebuah lorong kaca sebagai jalur yang menghubungkan kedua bangunan tersebut.
Lorong ini berada dekat dengan pintu masuk ke gedung lama. Dari sini para pengunjung bisa melihat dari belakang bentuk relief gelombang waktu yang ada di halaman depan.
Ruang pertama yang akan dijumpai yaitu ruangan pentas seni Jawa dengan peralatan musik satu set gamelan beserta gongnya. Bangunan baru atau yang biasa disebut sebagai Gedung Arca memiliki 4 lantai.
Ruangan ini berisi pengetahuan tentang manusia pada zaman pra sejarah, teknologi, ekonomi, sosial, serta emas dan keramik.
Selain itu, gedung ini juga memiliki ruang VIP yang biasa digunakan untuk pameran ataupun gedung pertemuan, olahraga, acara wedding serta pagelaran seni lainnya.
Sesampainya di ruangan lantai 1, para pengunjung akan disuguhi replika atau diorama tentang kehidupan manusia zaman pra sejarah.
Di ruangan ini para pengunjung bisa melihat deretan fosil tengkorak yang telah berusia ribuan tahun berjajar di dalam lemari kaca.
Ada juga koleksi berbagai peralatan yang terbuat dari logam dan batu-batuan untuk bercocok tanam dan berburu.
Selain itu, ada juga fosil lengan manusia purbakala, gigi, serta fosil-fosil organ tubuh lainnya. Ada pula fosil kuburan pra sejarah berupa tengkorak yang masih utuh dan membujur di dalam tanah.
Fosil ini ditemukan di daerah Gilimanuk, Bali dan di sebelah fosil tersebut terdapat senjata tajam yang terbuat dari logam dan diperkirakan berusia sekitar 2200 sampai 1800 tahun.
Koleksi lainnya adalah paleografi yang berupa penjelasan tentang terjadinya pergeseran lempeng bumi serta tragedi di zaman es.
Ada juga keterangan tentang flora dan fauna di kawasan Papua dan bentuknya hampir sama dengan yang ada di Australia.
Selain itu, banyak juga penjelasan tentang kemiripan suku di Sumatera, Jawa, Kalimantan dan Malaysia serta Singapura yang memiliki persamaan dalam gen dan psikologinya.
Ada pula sumber pengetahuan tentang perpindahan manusia dan hewan yang menyebar ke seluruh dunia dan dimana saja.
Selain itu, ada juga gambaran pulau Indonseia di zaman dahulu ketika pulau Nusantara masih menjadi satu tidak berbentuk kepulauan seperti sekarang ini.
Hal yang luar biasa adalah terdapat koleksi fosil Turitella yang diperkirakan berusia sekitar 2 juta tahun. Dalam keterangannya tertulis bahwa daerah Sangiran, yaitu kota Solo masih berupa lautan.
Koleksi lainnya adalah fosil Stegedon dari gajah purba yang berusia sekitar 700.000 sampai 150.000 tahun. Koleksi purbakala lainnya adalah fosil tanduk kerbau yang diperkirakan berusia sekitar 700.000 sampai 150.000 tahun.
Paleografi lainnya adalah pengetahuan tentang terjadinya evolusi manusia yang mampu bertahan dan yang punah.
Ada penjelasan lagi bahwa manusia purba bisa bertahan karena memilih tempat yang beriklim tropis seperti di kawasan Asia Tenggara.
Pada lantai 1 ini terdapat eskalator dan lift sehingga para pengunjung tidak perlu capek-capek naik tangga ke lantai 2.
Di setiap lantai juga disedakan bangku panjang yang bisa digunakan untuk tempat istirahat para pengunjung. Selain itu, di setiap lantai memiliki fasilitas toilet kering agar para pengunjung bisa lebih mudah jika ingin buang air.
Fasilitas di lantai 1 lainnya adalah tempat musholla serta ada kafe yang menyediakan makanan dan minuman.
Menuju lantai 2 ada koleksi senjata api laras panjang, dan panjangnya sekitar 2 meter. Senjata ini biasa disebut dengan nama Setengga yang digunakan para penjajah dari Eropa ketika perang Paderi di kawasan Medan, Sumatera Barat.
Namun orang Malaysia menyebut senjata ini dengan nama Istingar, sedangkan orang Minang menamakannya Badiek Si Tingga atau senjata yang panjang.
Sedangkan di lantai 3 terdapat koleksi batu besar dengan tulisan aksara kuno dan belum diketahui asalnya karena tidak ada keterangannya pada batu tersebut.
Koleksi selanjutnya adalah kompas yang biasa digunakan para pelaut untuk mengarungi samudera. Kompas ini memang sedikit unik karena bentuknya tidak seperti penunjuk arah pada umumnya dan ada besi bulat pada sisi kiri serta kanannya.
Ada juga koleksi tandu yang berukuran besar dan biasa dipakai untuk mengangkut keluarga kerajaan ketika bepergian dari istana.
Bentuk tandu berukuran besar dan bisa untuk mengangkut 4 orang dan biasanya digunakan untuk perjalanan jauh bagi permaisuri ataupun putri raja.
Untuk lantai 4 adalah koleksi tentang galeri emas dn keramik. Namun sayang sekali karena pihak museum tidak mengijinkan pengunjung untuk membawa kamera di ruangan tersebut.
Dalam ruangan ini terdapat koleksi emas yang berasal dari kerajaan-kerajaan di Nusantara pada abad 16-20 M.
Selain itu, banyak koleksi keramik yang berasal dari China dan didapatkan dari 4 dinasti kerajaan Cina, yaitu Dinasti Han, Tang, Sung, dan Ming.