Direktur Riset SMRC Deni Irvani mengatakan elektabilitas PDI Perjuangan (PDIP) menempati urutan pertama atau 24 persen jika pemilihan anggota DPR diadakan sekarang ini. Hal ini terlihat dari hasil survei SMRC yang melibatkan 1.027 responden pada 3-9 Oktober 2022 dengan tingkat kesalahan kurang lebih 3,1 persen.
Dua terbesar lainnya ditempati Gerindra dan Golkar yang masing-masing, yaitu 13,4 persen dan 8,5 persen. Menurut Deni, urutan partai ini tidak berubah dengan hasil Pemilu 2019, meskipun peningkatan PDIP cukup tinggi dan Golkar justru menurun.
“PDIP mengalami penguatan sekitar 5 persen, Gerindra cenderung stabil, sementara partai-partai lain semakin melemah,” jelas Deni secara daring, Minggu (30/10/2022).
Deni juga menyoroti elektabilitas Partai Amanat Nasional (PAN) yang hanya 1,2 persen, jauh menurun jika dibandingkan dengan hasil pemilu 2019 yang mencapai 6,8 persen. Kendati, kata Deni, masih terdapat 19,3 responden yang belum menentukan pilihan pada survei Oktober 2022. Ini artinya elektabilitas partai-partai tersebut dapat mengalami perubahan pada pemilu 2024.
“Perubahan yang cukup besar, penurunan dukungan disebabkan karakteristik pemilih kita yang cenderung kurang loyal dan tidak merasa dekat dengan parpol. Akibatnya elektabilitas partai bisa berubah cepat,” tambah Deni.
Survei SMRC juga memotret peta dukungan warga kepada PDIP paling kuat di Jawa Tengah dan Yogyakarta sebesar 37 persen dan paling lemah di Sumatera 15 persen. Sedangkan Gerindra dukungan relatif kuat di Jawa Barat sebesar 16 persen dan paling lemah di Jawa Tengah dan Yogyakarta 5 persen. Adapun Golkar paling kuat di Jawa Timur 24 persen dan terlemah di Jakarta dan Banten 1 persen.
Pengamat: Elektabilitas Parpol Masih Dinamis Menjelang 2024
Pengamat Politik LIPI Siti Zuhro menilai elektabilitas partai politik yang akan bersaing pada Pemilu 2024 masih dinamis. Dua partai yang perolehan suaranya cukup stabil setelah reformasi, yaitu PDIP dan Golkar. Namun, ia juga tidak yakin bila elektabilitas PDIP akan menempati urutan pertama pada pemilu mendatang. Sebab, Joko Widodo tidak akan bertarung kembali seperti pada pemilu 2014 dan 2019.
“Jadi konstruksi kekuatan baru, koalisi masih seperti jentik-jentik jadi belum bisa disimpulkan untuk saat ini. Tapi saya melihat ada perubahan, apakah PDIP masih nomor satu?” ujar Siti Zuhro kepada VOA, Minggu (30/10/2022).
Kendati demikian, Siti Zuhro menuturkan efek calon presiden tidak akan berdampak besar pada perolehan suara partai politik. Hal ini berkaca pada perolehan suara PDIP yang berkisar 19 persen Pemilu 2019, tidak melebihi 25 persen meskipun mencalonkan Jokowi sebagai calon presiden.
Siti melihat bahwa PDIP kemungkinan akan mencalonkan Puan Maharani sebagai calon presiden pada pemilu 2024. Sebab, partai berlambang banteng tersebut sudah cukup mempersiapkan Puan mulai dari menjadi Menteri Koordinator hingga Ketua DPR. Di samping itu, PDIP juga melihat membutuhkan regenerasi setelah Megawati, utamanya dari trah Soekarno.
“Mengapa PDIP bersikukuh, karena mereka punya target dan rencana sendiri. Dia sudah memperhitungkan politik secara seksama dan mesin belum jalan untuk Puan,” tambahnya.
Sementara untuk Golkar, Siti menilai partai dengan lambang pohon beringin lebih stabil dan beberapa kali menempati urutan kedua pada pemilu setelah reformasi. Kendati, ia menilai Golkar tidak cukup kuat untuk mengajukan calon presiden dan memenangkannya pada pemilu mendatang. [sm/em]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.