Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh salah satu media resmi China menemukan bahwa 90 persen generasi muda China memandang Barat dan Amerika Serikat setara dengan China atau bahkan meremehkan mereka.
Survei yang melibatkan 1.665 orang berusia 14 hingga 35 tahun di lebih dari 100 kota itu dilakukan oleh media afiliasi Partai Komunis, Global Times, yang juga menemukan bahwa para responden merasa lebih percaya diri.
Hasil jajak pendapat itu berbanding terbalik dengan perkembangan sosial baru-baru ini, seperti tingkat kelahiran yang menurun dan generasi muda yang merasa sangat frustrasi dengan kurangnya mobilitas sosial ke atas, sehingga mereka memilih untuk tidak menikah, memiliki anak, membeli rumah atau mobil, dan terjebak dalam gaya hidup “rat race,” alias ‘bekerja untuk hidup dan hidup untuk bekerja.’
Diterbitkan pada 21 Oktober – ketika Kongres Partai Komunis yang ke-20 digelar – laporan berita Global Times mengenai surveinya turut mengutip para pakar yang mengatakan bahwa masyarakat China berada dalam kondisi stabil, di mana orang-orang hidup dan bekerja dalam damai dan bahagia, sementara masyarakat negara-negara Barat berada dalam kekacauan dalam beberapa tahun terakhir, akibat perpecahan politik, rasisme dan upaya partai.
“Perbedaan yang mencolok antara China dan Barat telah memberikan rasa percaya diri kepada generasi muda China,” sebut laporan itu mengenai survei tersebut, yang juga mengutip pengaruh global China yang semakin besar.
Hasil survei itu menunjukkan bahwa 43,9 persen generasi muda Tiongkok menjadi kurang menyukai negara-negara Barat. Lebih dari 90 persen di antara mereka mengatakan, mereka “memandang setara” (39,3 persen) atau “meremehkan” (54,6 persen) negara-negara Barat. Jajak pendapat itu menemukan hanya 3,9 persen responden yang “mengagungkan” Barat dan AS, penurunan yang signifikan dari lima tahun lalu ketika 37,2 persen generasi muda memandang tinggi negara-negara Barat.
Jajak pendapat dan laporan berita yang menyertainya juga mengatakan bahwa kinerja Beijing di bidang-bidang seperti jaminan sosial (45,1 persen) serta sejarah dan budaya (40,5 persen) berkontribusi pada sikap generasi muda.
Dalam wawancara dengan VOA Mandarin, Chen Dean, lektor ilmu politik Ramapo College of New Jersey, mengatakan bahwa di negara diktator seperti China, jajak pendapat tidak terlalu mewakili apa yang sebenarnya dipikirkan masyarakat, dan bahkan jika mereka benar-benar merupakan gambaran sikap masyarakat, hal itu mungkin merupakan hasil propaganda dan cuci otak.
Ia mengatakan, Partai Komunis China telah dengan sengaja mengadopsi sikap permusuhan terhadap Barat dalam propaganda politiknya untuk konsumsi dalam negeri, membangkitkan nasionalisme yang kuat dan xenophobia serta membuat generasi muda menjadi anti-Amerika, dengan tujuan mengalihkan rasa ketidakberdayaan anak muda akan masa depan.
Beberapa anak muda China yang diwawancarai VOA Mandarin justru mengatakan bahwa mereka yakin banyak di antara kelompok usia mereka yang umumnya memiliki penilaian positif terhadap budaya negara-negara Barat dan Amerika, yang mewakili semangat kebebasan.
Xiao Xin, mahasiswa asli Sandong berusia 24 tahun, mengatakan kepada VOA Mandarin bahwa orang-orang muda dan berpendidikan yang sempat bisa mengakses internet secara lebih leluasa pada era China yang lebih terbuka, umumnya sangat tidak puas dengan situasi tertutup yang meliputi China saat ini. Meskipun persentase generasi muda yang “memandang remeh” negara-negara Barat meningkat akibat propaganda China, menurut Xiao Xin, angkanya tidak setinggi 90 persen seperti yang dilaporkan jajak pendapat itu.
Ia percaya, data jajak pendapat itu bisa saja dilebih-lebihkan atau dipalsukan. Ia menambahkan, “saya percaya ketika kebohongan itu terbantahkan, angkanya akan kurang dari 30 persen.”
Xiao Xin mengatakan bahwa pada tahun 2012, tahun sebelum Xi Jinping menjadi presiden dan mulai membatasi konten secara bertahap, film-film Amerika masih tersedia di situs web China. Sejak itu, film-film itu jadi hampir tidak bisa ditemukan sebagai akibat dari kampanye yang sangat disengaja oleh pemerintah China, ujarnya.
Ia percaya bahwa rata-rata orang muda China di generasinya, yang pernah terekspose acara televisi dan film-film Amerika, demikian pula budaya Amerika, sejak kecil, masih mendambakan banyak hal dari apa yang mereka lihat dulu.
Yang, yang meminta kepada VOA Mandarin agar tidak menggunakan nama lengkapnya karena takut akan tindakan balasan dari pemerintah, adalah mahasiswa S2 asal Jiangsu yang berusia 29 tahun.
Ia mengatakan kepada VOA Mandarin bahwa generasi China pascatahun 1980-an tumbuh di lingkungan yang terpapar penuh dengan dunia Barat, sehingga mereka memandang Barat sebagai sumber gagasan-gagasan baru. Namun generasi Z tumbuh ketika Beijing menekankan pembangunan kepercayaan diri nasional. Karena infrastruktur China tidak lagi tertinggal dari Eropa dan AS, Yang mengatakan, Gen Z secara alami merasa bahwa China lebih baik dari Barat maupun AS.
Yang percaya, langkah-langkah yang diambil AS untuk melawan China telah berkontribusi pada nasionalisme anak-anak muda China. Misalnya, katanya, pembatasan visa bagi siswa China di bidang sains dan teknologi oleh pemerintah AS mungkin telah menyebabkan turunnya tingkat kesukaan mereka terhadap AS.
Yang menambahkan bahwa sementara beberapa anak muda China memang memiliki kepercayaan diri yang meningkat mengingat China merupakan ekonomi terbesar kedua di dunia setelah AS, ada sebagian besar orang yang percaya bahwa China sebaiknya hidup berdampingan dalam damai dengan Eropa dan AS. [rd/rs]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.