Junta militer Myanmar membantah ada warga sipil yang tewas dalam serangan udara yang dilancarkan hari Minggu (23/10) terhadap pasukan pemberontak etnis.
Para pemimpin Organisasi Kemerdekaan Kachin (KIO) mengatakan serangan itu terjadi di sebagian kota Hpakant dalam perayaan 62 tahun berdirinya kelompok itu. Kachin News Group mengatakan sekitar 80 orang tewas dalam serangan, termasuk para anggota Laskar Kemerdekaan Kachin (KIA) dan beberapa warga sipil. Penyanyi dan musisi yang tampil pada perayaan itu juga termasuk di antara korban tewas. Jumlah korban tidak dapat diverfikasi.
Junta mengeluarkan pernyataan yang mengemukakan serangan udara itu dilakukan sebagai tanggapan atas penyergapan dan serangan “teroris” lainnya di kawasan yang dilakukan oleh KIA, dan menyebut laporan warga sipil yang tewas sebagai “rumor.”
PBB mengeluarkan pernyataan hari Senin (24/10) yang mengatakan “penggunaan kekuatan secara berlebihan dan tidak proporsional oleh pasukan keamanan terhadap warga sipil yang tidak bersenjata tidak dapat diterima sama sekali dan mereka yang melakukannya harus dituntut pertanggungjawabannya.”
Duta besar dari AS dan negara-negara Barat lainnya mengeluarkan pernyataan bersama yang mengutuk serangan itu, seraya mengatakan serangan itu menegaskan “pengabaian junta atas kewajibannya untuk melindungi warga sipil dan menghormati prinsip-prinsip serta aturan hukum kemanusiaan internasional.”
KIO dan sayap bersenjatanya termasuk di antara beberapa kelompok etnis yang selama beberapa dekade berjuang melawan militer untuk mendapatkan otonomi lebih besar. Militer telah berkuasa di Myanmar selama hampir sebagian besar dari enam dekade, kecuali pada masa lima tahun ketika negara itu diperintah oleh pemerintah sipil yang terpilih secara demokratis pimpinan Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi.
KIO membentuk aliansi longgar dengan pemerintah bayangan, Pemerintah Persatuan Nasional, yang dibentuk pada tahun 2021 setelah kudeta militer yang menyingkirkan Suu Kyi dari kekuasaan.
Menteri-menteri luar negeri dari 10 negara anggota ASEAN dijadwalkan mengadakan pertemuan khusus pekan ini di Indonesia untuk membahas “konsensus” lima poin yang dicapai dengan penguasa militer Myanmar, yang dimaksudkan untuk mengakhiri penindakan brutal junta terhadap kelompok-kelompok bersenjata yang menentang junta. [uh/ab]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.