Mayoritas warga Indonesia yang disurvei Lembaga Survei Indonesia LSI, yaitu sekitar 83,6 persen mengetahui tragedi Kanjuruhan di Malang, Jawa Timur, awal Oktober lalu, 52,5 persen dari jumlah itu yakin polisi akan mampu mengusut tuntas tragedi tersebut, tetapi 42,3 persen mengatakan tidak yakin.
Inilah hasil Survei Nasional Kepercayaan Publik Terhadap Lembaga Penegakan Hukum dan Persepsi Publik Terhadap Kasus Kanjuruhan yang dilakukan pada 6-10 Oktober dan melibatkan 1.212 responden di 34 propinsi. Tingkat kesalahan survei yang dilakukan melalui telepon itu diperkirakan sebesar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan menjelaskan tragedi Kanjuruhan tampak memiliki pengaruh negatif terhadap tingkat kepercayaan terhadap polisi secara umum. Sejumlah peristiwa yang banyak diberitakan terkait tragedi Kanjuruhan menekan kepercayaan publik atas kemampuan polisi menuntaskan penyelidikan atas kasus itu.
“Diantara yang mengetahui, mayoritas juga mengetahui janji Kapolri untuk menuntaskan kasus tersebut tetapi memang meskipun lebih banyak warga yang percaya dengan janji Kapolri tersebut tapi yang tidak percaya juga juga banyak yaitu 42 persen,” jelas Djayadi Hanan, Kamis (20/10).
Hasil survei itu memperlihatkan mayoritas mereka yang disurvei, yaitu 78.8 persen, yakin penembakan gas air mata yang menjadi faktor utama jatuhnya korban jiwa. Klaim bahwa penembakan gas air mata sudah sesuai prosedur karena aksi massa sudah menjadi anarkis, tidak dipercaya oleh mayoritas warga (55.2 persen), sebaliknya sekitar 58.9 persen warga yakin aksi suporter dan penonton tidak anarkis. Lebih dari separuh, atau 54,1 persen juga menilai tindakan aparat kepolisian dalam menghalau reporter dan penonton sangat berlebihan dan tidak manusiawi.
“Pengetahuan-pengetahuan masyarakat tentang berbagai isu terkait Kanjuruhan itu cenderung memberi pengaruh negatif kepercayaan terhadap Kepolisian walaupun beberapa langkah polisi itu dianggap positif oleh masyarakat, seperti pencopotan Kapolres Malang dan penetapan sejumlah tersangka,” kata Djayadi Hanan.
Kepercayaan Publik pada TGIPF
Survei itu menyimpulkan, ke depan polisi harus lebih akurat dalam menentukan langkah-langkah pengusutan mengingat isu ini sudah menjadi perhatian masyarakat dunia. Sejumlah media internasional bahkan memberi penilaian yang sangat negatif terhadap kinerja polisi mengusut insiden ini.
“Secara umum, menurut kami, selain kasus Sambo, isu ini harusnya menjadi momentum untuk pemulihan kepercayaan publik kepada kepolisian, dan pada saat bersamaan masyarakat memberi respons yang sangat positif kepada TGIPF yang dibentuk oleh Menko Polhukam Mahfud MD tampak mendapat porsi kepercayaan yang jauh lebih tinggi dalam mengungkap fakta dibalik tragedi Kanjuruhan,” kata Djayadi.
Berdasarkan survei LSI, tingkat kepercayaan publik pada TGIPF dapat mengungkap fakta secara jujur dan objektif dibalik tragedi Kanjuruhan mencapai 66,5 persen. Sebanyak 80,6 persen responden setuju terhadap pembentukan tim gabungan pencari fakta itu.
Penanganan Tragedi Kanjuruhan Ikuti Rekomendasi TGIPF
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menegaskan seluruh rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF), terutama terkait penegakan hukum, perbaikan stadion dan penyusunan prosedur tetap (Protap) baru pengamanan sepak bola oleh pihak kepolisian, akan menjadi masukan berharga.
TGIPF dalam kesimpulannya menyatakan PSSI sedianya wajib bertanggung jawab. Juga bahwa 132 orang yang tewas dalam insiden itu disebabkan oleh penembakan gas air mata.
“Oleh karena itu saya tidak peduli sekarang seberapa besar kandungan kimia yang mematikan dari gas air mata, itu tidak penting karena bukan kandungan kimianya yang kita teliti dan menyebabkan kematian, tetapi penembakannya yang menyebabkan orang panik. Kemudian keluar lewat pintu yang sama, berdesak-desakan, mati. Kalau itu sudah pasti,” kata Mahfud MD.
TGIPF juga menyerukan tanggung jawab moral dengan pengunduran diri seluruh stake holder Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI).
“Kita tidak bisa melakukan tindakan organisatoris, melanggar ketentuan FIFA dan PSSI sendiri, sehingga kita, tanggung jawabnya itu ada hukum yang nanti akan terus diproses, lalu ada tanggung jawab moral, mundur. Mundur dimana-mana itu boleh, tidak melanggar aturan, dan itu nampaknya sedang dicerna dan mudah-mudahan bisa terjadi ke sana,” tegas Mahfud.
Survei LSI menyebutkan secara umum terjadi penurunan besar pada tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga negara, kecuali terhadap presiden dan TNI yang tetap di angka 80 persen atau lebih.
Penurunan terbesar adalah pada lembaga kepolisian. Jika pada survei Agustus lalu 70 persen responden menyatakan percaya pada kepolisian, kini angkanya anjlok ke 53 persen. Selain kepolisian, tingkat kepercayaan pada KPK, pengadilan dan Kejaksaan Agung juga mencapai titik terendah. [yl/em]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.