Kebijakan pembatasan ekspor cip China yang diterapkan Amerika Serikat (AS) bukan tak mungkin akan menggiring Beijing mengalami momen Sputnik yang dapat mendorong produsen cip China mencoba mencari solusi rekayasa kreatif dan memetakan arah mereka sendiri meskipun terdapat kemungkinan bahwa solusi mereka tidak akan berhasil secara komersial untuk jangka panjang, kata para ahli.
Sputnik sendiri adalah nama satelit besutan Uni Soviet yang berhasil mengorbit di Bumi pada 1967 di tengah perang dingin. Peluncuran tersebut mencatatkan sejarah karena merupakan satelit pertama di dunia. Keberhasilan yang ditorehkan Uni Soviet itu sempat menbuat AS ketar-ketir.
Di bawah peraturan baru yang diumumkan pemerintahan Presiden Joe Biden pada 7 Oktober, perusahaan-perusahaan AS harus berhenti memasok peralatan yang dapat digunakan untuk memproduksi cip canggih. Namun aturan pembatasan tidak berlaku bagi produsen yang telah terlebih dahulu mendapatkan lisensi.
Langkah-langkah tersebut akan melemahkan upaya Beijing untuk mengembangkan industri cipnya sendiri yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungannya pada cip buatan luar negeri. China mengkonsumsi lebih dari tiga perempat semikonduktor yang dijual secara global, yang mencapai $556 miliar pada 2021, tetapi menghasilkan sekitar 15 persen dari output global.
“Decoupling teknologi dapat berfungsi sebagai momen Sputnik China dalam inovasi, memaksanya untuk mengambil pendekatan top-down dan kemandirian, terutama dalam (produksi) semikonduktor,” kata ekonom Citi dalam sebuah catatan, menyamakan fenomena yang terjadi dengan lonjakan pengeluaran dan penelitian yang terlihat di Amerika Serikat setelah peluncuran satelit pertama di dunia oleh Uni Soviet.
Pembatasan juga diberlakukan tepat sebelum Kongres Partai Komunis diselenggarakan di Beijing, di mana Presiden Xi Jinping diperkirakan akan mengamankan masa jabatan ketiga yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Pentingnya swasembada teknologi, yang sudah menjadi prioritas Xi dalam dekade terakhir, kemungkinan akan muncul sebagai tema utama untuk Kongres tahun ini.
Boston Consulting Group memperkirakan pada tahun 2021 bahwa suatu negara akan membutuhkan setidaknya $1 triliun dalam investasi awal tambahan untuk membangun swasembda rantai pasokan cip lokal.
Pembatasan AS tersebut juga mungkin akan memacu produsen cip China untuk mencoba membuat cip canggih dengan menggunakan solusi rekayasa kreatif dengan teknologi lama yang tidak dikenai sanksi, kata para ahli.
Ini adalah sesuatu yang telah dicoba oleh pembuat cip kontrak China Semiconductor Manufacturing International Corp (SMIC) sebelumnya.
Pada akhir 2020 Washington melarangnya memperoleh alat pembuat cip canggih yang disebut mesin EUV dari perusahaan Belanda ASML. Padahal alat tersebut sangat penting untuk memproduksi cip menggunakan node proses 7 nanometer.
Sementara sanksi dimaksudkan untuk mencegah SMIC memproduksi cip canggih, beberapa analis telah menemukan tanda-tanda bahwa SMIC tetap berhasil memproduksi chip 7 nm dengan mengutak-atik mesin DUV yang lebih sederhana yang masih dapat dibeli secara bebas dari ASML.
Para ahli mengatakan upaya seperti itu, bagaimanapun, tidak mungkin menghasilkan produk yang layak secara komersial untuk produksi massal.
Para ahli mengatakan pembuat peralatan China sendiri tertinggal empat sampai lima tahun di belakang dibandingkan rekan-rekan mereka di luar negeri. Hal ini membuat mereka tidak cocok dijadikan sebagai pengganti instan untuk peralatan yang hilang dari pemasok AS seperti KLA Corp, Applied Materials, dan Lam Research.
Dua produsen cip China terkemuka lainnya yang kemungkinan akan mendapat pukulan adalah pembuat cip memori NAND Yangtze Memory Technologies Co Ltd (YMTC) dan pembuat DRAM Changxin Memory Technologies Inc (CXMT).
Produsen alat luar negeri juga akan menghadapi pukulan menyakitkan karena upaya Cina untuk memelihara industri cip domestiknya telah menjadi keuntungan bagi banyak dari mereka.
KLA, Applied Materials, dan Lam Research masing-masing memperoleh sekitar 30 persen dari pendapatan mereka dari China, yang menempati peringkat sebagai pasar geografis teratas dan juga yang paling cepat berkembang.
Applied Materials mengatakan pada Rabu pembatasan ekspor ke China akan mengakibatkan kerugian $250-$550 juta dalam penjualan bersih pada kuartal yang berakhir 30 Oktober, dengan dampak yang sama diharapkan dalam tiga bulan berikutnya.
Sumber di perusahaan pembuat alat juga mengatakan mereka berusaha keras untuk mematuhi pembatasan ekspor baru, dengan beberapa perusahaan memerintahkan larangan pasokan yang luas untuk menghindari melanggar aturan, yang menurut mereka ambigu.
Washington juga berusaha keras untuk mengatasi konsekuensi yang tidak diinginkan dari pembatasan ekspor barunya, kata orang-orang yang mengetahui masalah tersebut.
Beberapa jam sebelum pembatasan baru mulai berlaku, perusahaan asal Korea Selatan SK Hynix mengatakan mendapat otorisasi AS untuk menerima barang untuk fasilitas produksi cipnya di China tanpa lisensi tambahan yang diberlakukan oleh aturan baru.
Namun bisnis di perusahaan pembuat alat yang melayani pelanggan China telah melambat secara dramatis, meninggalkan staf mereka dengan sedikit pekerjaan yang harus dilakukan tetapi menciptakan celah bagi pembuat peralatan China yang ingin mengejar ketinggalan dengan saingan barat, menurut sejumlah sumber. [ah/rs]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.