Presiden Joko Widodo mengakui salah satu topik yang dibahas dalam pertemuan dengan beberapa ketua umum partai politik. adalah menyangkut pemilu yang akan diselenggarakan pada 2024 mendatang.
“Saya intens berbicara dengan ketua-ketua partai untuk itu, termasuk juga untuk 2024 lah, kita gak mungkin tutupi itu,” ungkap Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (10/10).
Lebih jauh, Jokowi menjelaskan pertemuannya dengan berbagai pimpinan elite parpol tersebut juga semata-mata ingin menjaga stabilitas politik nasional. Pasalnya, kata Jokowi, dunia saat ini dan dalam beberapa waktu ke depan masih akan dilanda ketidakpastian. Ia tidak ingin faktor dari eksternal mempengaruhi keberlangsungan pesta demokrasi serentak pada 2024 nanti.
“Saya bertemu dengan ketua ketua partai utamanya dalam rangka menjaga, karena situasi ekonomi global yang tidak jelas, yang tidak pasti, yang sulit ditebak, sulit diprediksi, sulit dihitung, sulit dikalkulasikan sehingga stabilitas politik dan keamanan itu menjadi sangat penting saat ini. Jangan sampai menjelang pemilu ada persoalan besar dalam ekonomi global (sehingga) terganggu ekonomi kita, itu yang kita gak kehendaki,” tuturnya.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini sebelumnya bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri di Batutulis, Bogor pada akhir pekan lalu. Pertemuan ini dilaporkan berlangsung selama dua jam.
Sementara itu, Pengamat Politik LIPI Siti Zuhro mengungkapkan manuver atau pergerakan awal yang dilakukan oleh berbagai partai politik merupakan perbedaan yang mencolok dengan pemilu Presiden dan Wakil Presiden pada 2019.
Para parpol peserta pemilu 2024 kali ini, kata Siti, cenderung mempunyai waktu persiapan yang lebih panjang guna bertarung untuk memperebutkan kursi Presiden dan Wakil Presiden.
“Ada persiapan yang lebih matang, maka dipersiapkan sejak awal, yakni bagaimana membangun koalisi, lalu mereka melakukan komunikasi politik, saling kunjung mengunjungi. Dari komunikasi kunjung-kunjung politik itu menunjukkan bahwa mereka sedang saling menjajaki. Bukan kunjung langsung deal, kan gak bisa. Jadi terus menerus dijajaki, seperti akhirnya Puan (Maharani) ikut-ikut menjajaki. Meskipun partainya bisa tidak harus berkoalisi,” ungkapnya kepada VOA.
Menurutnya, seiring dengan politik yang bersifat dinamis, publik belum bisa menyimpulkan dengan cepat makna dari pergerakan para elite parpol ini. Meskipun sudah terlebih dahulu mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden yang akan di dukungnya,, Partai Nasional Demokrat (Nasdem) , katanya, kelihatannya akan berkoalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat.
“Sementara sisi yang lain ada, Gerindra dan PKB. Gerindra jelas calonnya (presiden) adalah ketum-nya, tapi cawapresnya belum jelas. Lalu Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Kita itu senang dengan dinamika saat ini karena ada keberanian yang luar biasa. Sebenarnya dengan adanya KIB men-trigger yang lain untuk juga mulai melakukan komunikasi politik, maka gayung bersambut. Sekarang Nasdem mengumumkan, maka parpol lain (nampaknya) ingin segera mengumumkan capres,” jelasnya.
Meskipun sudah terbaca adanya beberapa poros atau koalisi, ujar Siti, keadaan ini masih bisa berubah. Apalagi,katanya PDIP yang masih belum memutuskan dan mengumumkan siapa calon presiden dan calon wakil presiden yang akan diusungnya. Terkait PDIP, Siti cukup yakin bahwa partai tersebut akan memilih Puan Maharani sebagai capres-nya.
Lebih jauh, Siti mengungkapkan, perhelatan demokrasi tahun 2024 nanti akan lebih berwarna dibandingkan dengan 2024. Menurutnya, dalam pemilu yang akan datang, sudah terbaca pergerakan dari elite parpol yang bukan hanya sekedar ingin merebut kekuasaan, namun juga memelihara kebangsaan dan menjaga persatuan.
“Lalu ada nilai-nilai yang terus disampaikan oleh Pak Paloh (Surya Paloh, Ketum Nasdem, red) khususnya, bagaimana mencerdaskan, bagaimana menjaga. Jadi kalau itu bersambut, lalu dilakukan juga ditanggapi sama oleh elite-elite pucuk pimpinan di parpol, bagus sekali. Jadi ada kesadaran penuh bahwa kalau parpol ini hanya menjalankan tugasnya tanpa mengingat bahwa dia punya otoritas yang sangat tinggi, karena dipayungi oleh konstitusi, kalau tidak ada kesadaran seperti itu, akhirnya bermain sumbu pendek terus,” pungkasnya. [gi/ab]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.