Ratusan umat dari berbagai agama berkumpul di Copacabana pada 18 September lalu untuk mengikuti Pawai Kebebasan Bergama Brazil yang ke-15.
Kebanyakan di antaranya mengenakan pakaian umat agama Afro-Brazil seperti Umbanda dan Candomblé serta pakaian tradisional. Selain itu hadir juga perwakilan umat Kristen, Muslim, Wicca dan agama lainnya.
Wicca sendiri sering digambarkan sebagai gerakan “agama baru”, meskipun sebagian umatnya tidak mendeskripsikan keyakinan mereka sebagai sebuah agama. Wicca mencakup banyak sekte dan denominasi, yang biasanya mengakui satu Dewa dan satu Dewi, di mana mereka mengadakan festival bulanan yang berpatokan pada siklus matahari dan bulan.
Salah satu peserta pawai, Danillo Bueno, umat agama Umbanda, mengatakan: “Kami di sini hari ini agar suara kami didengar, untuk menunjukkan axe alias energi kami, kekuatan kami, juga untuk mengubah arah Brazil menjadi Brazil yang penuh cinta, kebajikan, yang menjadi misi kami di agama Umbanda. Persatuan yang lebih kuat di antara semua pihak, tanpa menyebarkan kebencian, menghancurkan pihak lain, melainkan selalu merangkul dan melindungi yang lain.”
Candomblé sendiri dibawa ke Brazil oleh budak Afrika Barat pada awal abad ke-19. Sementara Umbanda merupakan agama Afro-Brazil yang bercampur dengan tradisi Afrika dengan kepercayaan Katolik Roma dan suku asli Amerika.
Penganut agama Afro-Brazil mengatakan bahwa kasus-kasus intoleransi antar umat beragama dari kaum evangelis telah meningkat, terutama di bawah kepemimpinan Presiden Jair Bolsonaro, yang menentang prinsip sekuler pemerintah dengan agenda pemerintahannya.
“Tentu saja (saya pernah mengalami tindak intoleransi antar umat beragama). (Suatu ketika) sebuah mobil melewati saya saat saya mengenakan pakaian serba putih. Saat ini saya tidak mengenakan perangkat pakaian Suci saya, tapi saya memakainya kala itu, dan mobil yang lewat itu melempari saya dengan telur. Yang bisa saya lakukan hanya menunduk dan menangis,” kata Cleide Bastor, salah seorang penganut agama Candomblé yang mengikuti pawai itu.
Dalam Laporan Kebebasan Beragama Internasional di Brazil tahun 2021 yang disusun Departemen Luar Negeri AS, dari sekitar 213 juta penduduk Brazil, jajak pendapat Datafolha tahun 2019 menemukan bahwa 50 persen di antaranya mengaku beragama Katolik Roma – turun dari 60 persen tahun 2014. Mereka yang mengaku ateis atau tidak Bergama sekitar 11 persen, sedangkan penganut Kristen evangelis berjumlah 31 persesn, bertambah dari 24 persen pada 2016. Sisanya, dua persen menganut agama-agama Afro-Brazil dan tiga persen penganut Spiritisme.
Masih dari laporan yang sama, menurut pemberitaan media massa, bukti pengakuan dan sumber lainnya, rasa hormat masyarakat terhadap umat agama minoritas – terutama agama-agama Afro-Brazil – terus melemah, dan serangan terhadap terreiros, kuil umat agama Afro-Brazil, terus terjadi.
Menurut Sekretariat Nasional HAM Kementerian Perempuan, Keluarga dan HAM brazil, sepanjang tahun, hotline HAM nasional menerima 581 panggilan yang melaporkan kasus intoleransi antar umat beragama, meningkat dari 566 laporan pada 2020. [rd/jm]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.