Setelah mengalami banjir terburuk dalam bertahun-tahun, ratusan ribu warga Pakistan kini menghadapi ancaman penyakit. Penularan penyakit meningkat karena kondisi yang tidak bersih, dan fasilitas kesehatan yang rusak akibat hujan besar, kesulitan untuk mengatasinya.
Di tenda-tenda darurat di sepanjang jalan, para korban banjir menunggu datangnya bantuan.
“Kami tak punya apa-apa untuk dimakan. Anak-anak kami meminta makanan sepanjang hari dan malam,” kata Sultan Bibi, salah satu pengungsi.
Mereka telah melawan kelaparan dan cuaca panas, kini mereka juga harus menghadapi ancaman penyakit.
pakistanSementara banjir dari banjir terburuk Pakistan mereda, kasus-kasus malaria. demam berdarah, diare dan infeksi kulit, meningkat.
Para petugas kesehatan menangani ribuan pasien yang terjangkit penyakit bawaan nyamuk dan air setiap hari.
“Sekarang musim nyamuk. Ada banyak genangan air dimana nyamuk-nyamuk berkembang biak. September dan Oktober adalah bulan dimana kami biasanya menerima banyak kasus malaria dan demam berdarah karena nyamuk. Itu sebabnya kami menerima kasus-kasus malaria di tempat-tempat penampungan,” kata Dr. Zeeshan Ul-haq, salah seorang dokter yang berada di kamp.
Area lahan yang luas di seluruh Pakistan tertutup air yang perlu waktu berbulan-bulan untuk mengering. Tanpa fasilitas sanitasi atau air, banyak yang terpaksa menggunakan genangan air yang penuh kuman, untuk keperluan sehari-hari.
“Sangat, sangat panas, dan kami tak punya air minum. Tapi banyak air banjir terakumulasi disini, jadi kami datang untuk meminum air banjir ini, serta untuk mandi dan mendinginkan diri. Kami tak punya pilihan lain,” ujar seorang pengungsi bernama Arshad Solangi.
Hujan sangat lebat dan banjir hebat telah menewaskan lebih dari 1.500 orang di Pakistan sejak pertengahan Juni, termasuk lebih dari 500 anak. Bencana alam telah berdampak pada lebih dari 33 juta orang, sekitar 15% dari populasi di negara itu.
Penyebaran penyakit terkait pencernaan menambah jumlah korban tewas. WHO telah memperingatkan bahwa wabah penyakit itu bisa menjadi “bencana kedua.”
“Sejak awal, staf WHO ada di lapangan. Kami telah mengunjungi semua distrik yang telah terimbas dan mendukung pasokan obat dan logistik lain. Dan juga, staf WHO sangat terlibat dengan mengorganisir kamp-kamp kesehatan berjalan,” kata Dr Palitha Gunarathna Mahipala, perwakilan WHO di Pakistan.
Namun, berhubung hampir dari 2.000 fasilitas kesehatan rusak akibat hujan dan banjir, sistem layanan kesehatan yang sudah lemah semakin kesulitan menangani jumlah pasien yang terus bertambah.
“Tantangan semakin besar karena jalan-jalan hancur, mereka tidak bisa melakukan perjalanan dari Kalam ke wilayah ini. Sepertinya ini satu-satunya fasilitas kesehatan yang tersisa disini, sulit bagi mereka untuk melakukan perjalanan yang terlalu lama ke sini,” kata Shagufta, petugas kesehatan.
Para pejabat kesehatan mengimbau masyarakat untuk mengambil langkah guna mencegah penyebaran penyakit itu. [vm/jm]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.