Huawei baru memulai program cloud computing di China pada tahun 2010, berbarengan dengan inisiatif pemerintah China untuk mengadopsi teknologi cloud. Meski demikian, mereka tak terlalu serius menggarapnya
Ini adalah bagian kedua dari artikel mengenai bisnis Huawei Cloud di Indonesia. Anda dapat membaca bagian pertama di sini.
Menurut makalah “Innovation and China’s Global Emergence” yang ditulis Erik Baark, Bert Hifman dan Jiwei Qian, 2021, Huawei baru memulai program cloud computing di China pada tahun 2010, berbarengan dengan inisiatif pemerintah China untuk mengadopsi teknologi cloud. Meski demikian, mereka tak terlalu serius menggarapnya dibanding dua perusahaan raksasa China yang lain: Alibaba dan Tencent. Mengapa?
Berbeda dengan perusahaan platform internet lain, cloud computing berpotensi secara langsung merugikan kepentingan Huawei. Berdasarkan kalkulasi internal, Huawei bisa menghasilkan keuntungan lima kali lipat lebih besar ketika klien melakukan komputasi di server Huawei daripada di cloud.
Di sisi lain, Alicloud dengan cepat bisa menjual kelebihan storage untuk menopang bisnis e-commerce mereka. Sejak 2015, Alicloud sudah menguasai 30-45 persen pangsa pasar cloud computing, khususnya Infrastructure as a Service (IaaS).
Huawei baru serius mengejar ketertinggalannya di bisnis cloud computing pada tahun 2016. Salah satu bentuk keseriusan itu, misalnya, terlihat dalam jumlah paten cloud computing yang diajukan perusahaan. Berdasarkan riset Qilu University of Technology, dalam periode 2011-2018, Huawei sudah berada di posisi ke-empat terbanyak mengajukan aplikasi paten cloud computing, tepatnya 197 aplikasi.
Pada tahun 2015, Alicloud menguasai 31 persen pasar cloud computing China, disusul China Telecom dan China Unicom, seperti tampak dalam gambar berikut ini.
Pada tahun 2016, menurut data IDC, pasar IaaS china masih dikuasi Alicloud, China Telecom, Tencent dan Kingsoft, seperti terlihat di bawah ini.
Penyedia | Pangsa pasar | Penghasilan (USD) |
Alicloud (Aliyun) | 40%+ | 588 juta |
China Telecom | 8,51% | 122 juta |
Tencent | 7,34% | 100 juta |
Kingsoft Cloud | 6,02% | 87 juta |
Jika kita melompat ke tahun 2022, keseriusan Huawei sudah terlihat berbuah manis. Perusahaan riset Canalys mengatakan, pasar IaaS cloud di China pada Q2 mencapai USD7,3 miliar. Siapakah pemimpin pasarnya?
Well, Alibaba Cloud memang masih memimpin dengan 34 persen, tetapi Huawei Cloud sudah bercokol di posisi dua dengan 19 persen, disusul Tencent Cloud 17 persen, Baidu AI Cloud 9persen, dan kombinasi beberapa perusahaan lain sebesar 21 persen. Kata Canalys, pasar Huawei Cloud di China tumbuh 11 persen dibanding tahun lalu. Mereka kini fokus untuk meningkatkan adopsi cloud baik di industri hulu maupun hilir di China.
Bagaimana dengan Indonesia?
Data tahun 2021 menunjukkan, Google menguasai 37 persen pasar, AWS 32 persen, Microsoft Azure 11 persen, dan AliCloud 9 persen. Pertanyaannya, apakah Huawei serius menggarap pasar Indonesia? Pertanyaan ini sebenarnya sia-sia karena jika tak serius, Huawei tak akan repot-repot membangun data center di Indonesia.
Huawei Everything as a Service
Istilah Everything as a Service sebenarnya mengingatkan saya kepada Metaverse. Banyak orang menerima begitu saja istilah itu seolah-olah sudah jelas, walaupun sebenarnya belum jelas. Sampai dengan menulis artikel ini, saya belum menemukan definisi universal Everything as a Service yang diterima, baik di kalangan bisnis maupun akademik.
Jika mengutip penjelasan perusahaan, kita berpotensi bingung karena tiap perusahaan mempunyai definisi masing-masing, tergantung layanan yang mereka punya dan mereka jual ke pasar, walaupun beberapa di antaranya saling beririsan. Definisi HP, misalnya, bisa berbeda dengan Huawei.
Jadi, alih-alih mengikuti definisi Huawei, saya memilih penjelasan ilmuwan komputer lintas-negara dalam makalah “Sorting Terms of “aaS” of Everything as a Service”. Menurut para ilmuwan tersebut, Everything as a Service setidaknya mewakili dua hal. Pertama, suatu migrasi layanan dari bisnis tradisional ke cloud. Kedua, hanya servisisasi -saya tak tahu apakah istilah ini tepat atau tidak- atau servicelization. Contohnya begini, jika GoJek hanya memindahkan layanan GoPay dari server milik perusahaan ke cloud, itu berarti migrasi. Namun, jika GoJek menggunakan aplikasi keuangan digital dari Huawei Cloud, itu adalah servicelization.
Jika tak ingin terjebak dalam istilah canggih marketing, kita bisa saja kembali ke definisi cloud computing. Menurut National Institute of Standards and Technology (NIST), cloud computing adalah model komputasi yang memberikan kemudahan, kenyamanan, dan sesuai dengan permintaan (on-demand access) untuk mengakses dan mengonfigurasi sumber daya komputasi (network, servers, storage,applications, and service) yang bisa dengan cepat dirilis tanpa adanya banyak interaksi dengan penyedia layanan.
Dalam konteks Huawei, Everything as a Service itu meliputi layanan seperti Huawei Cloud CCE Turbo, Ubiquitous Cloud Native Service (UCS), model gelombang Pangu, DataArts LakeFormation, Virtual Live, CodeCheck dan CloudTest, KooMessage, KooSearch, dan KooGallery.
Salah satu layanan yang didemonstrasikan Huawei di acara Huawei Connect adalah aplikasi berbasis model gelombang Pangu. Aplikasi tersebut memanfaatkan kecerdasan buatan (AI) untuk Smart Maritime, misalnya guna mencegah suatau area over-fishing. Selain itu, ia bisa juga dipakai untuk memantau ekosistem di bawah laut. Implementasi lainnya adalah aplikasi untuk membuat pencegahan dini bencana atau kecelakaan di laut.
Layanan yang juga menarik adalah CodeCheck yang memanfaatkan AI untuk mengecek kode yang sudah dibuat programmer. AI tersebut dibekali lebih dari 10 ribu aturan untuk keamanan suatu kode, dan juga bisa mengujinya secara realtime (performa, fungsi, dan API).
Mengutip penjelasan di artikel bagian pertama sebelumnya, walaupun baru akan diluncurkan secara resmi pada akhir tahun nanti, Huawei sebetulnya sudah proaktif memasarkan layanan cloud di Indonesia. Di acara Huawei Connect lalu, misalnya, terungkap bahwa Huawei Cloud telah menjalin kerja sama dengan Kompas, MNC, detikNetwork, dan perusahaan media lainnya. Selain perusahaan media, Huawei juga proaktif menggandeng klien potensial lainnya. Pada 29 September, Huawei menggelar acara Huawei Indonesia Cloud Summit 2022 dengan tema “Building the Cloud Foundation for an Intelligent Indonesia”. Dari acara tersebut, setidaknya tergambar juga klien Huawei Cloud, yakni Bank Neo Commerce, dan CargoShare.
Layanan Huawei Cloud apa sebetulnya yang dipakai perusahaan-perusahaan tersebut? Apakah sekadar migrasi aplikasi dari server internal ke cloud atau dari cloud lain ke Huawei Cloud? Atau mereka ikut skema servicelization? atau keduanya?
Untuk mengetahui lebih detail, simak laporan kami dari Huawei Indonesia Cloud Summit 2022, besok.
Artikel ini bersumber dari www.tek.id.