Iran, Rabu (28/9), kembali melancarkan serangan bom dengan menggunakan pesawat nirawak (drone) yang menarget pangkalan-pangkalan kelompok oposisi Kurdi di Irak Utara di tengah demonstrasi yang melanda Republik Islam itu, kata para pejabat Kurdi.
Serangan Rabu pagi difokuskan di Koya, sekitar 60 kilometer dari timur Irbil, kata Soran Nuri, anggota Partai Demokrat Kurdistan Iran (KDPI). KDPI adalah kelompok oposisi bersenjata yang dilarang di Iran.
Kantor berita pemerintah Iran, IRNA, mengatakan pasukan darat Garda Revolusi Iran menarget beberapa pangkalan kelompok separatis itu di Irak Utara dengan rudal berpresisi tinggi dan drone bunuh diri. Stasiun televisi Kurdi, Rudaw, mengutip seorang dokter setempat yang mengatakan bahwa serangan Iran itu menewaskan dua orang dan melukai 15 lainnya.
Serangan drone Iran itu menarget kamp militer, rumah, kantor, dan area lain di sekitar Koya, kata Nuri. Nuri menggambarkan serangan itu masih berlangsung.
Seorang jurnalis Associated Press melihat sejumlah ambulans bergerak cepat melalui Koya setelah serangan terjadi. Asap tampak mengepul dari sebuah lokasi serangan dan pasukan keamanan menutup daerah itu.
Pada Sabtu dan Senin, pasukan paramiliter Garda Revolusi Iran juga melancarkan serangan drone dan artileri yang menarget posisi-posisi Kurdi. Serangan-serangan itu tampaknya merupakan tanggapan terhadap protes yang sedang berlangsung yang mengguncang Iran terkait kematian seorang perempuan Kurdi Iran berusia 22 tahun yang ditahan oleh polisi moral negara itu.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Rabu pagi, meminta Iran menahan diri untuk tidak menggunakan “kekuatan yang tidak perlu atau tidak proporsional ” dalam menghadapi aksi para pengunjuk rasa yang menuntut keadilan bagi Mahsa Amini.
Antonio Guterres mengatakan melalui seorang juru bicaranya bahwa pihak berwenang harus segera melakukan penyelidikan yang tidak memihak atas kematian Amini, yang telah memicu kerusuhan di seluruh provinsi Iran dan ibu kota Teheran.
”Kami semakin prihatin dengan laporan meningkatnya korban jiwa, termasuk perempuan dan anak-anak, terkait dengan protes itu,” kata juru bicara PBB Stephane Dujarric dalam sebuah pernyataan. “Kami menegaskan perlunya penyelidikan yang cepat, tidak memihak dan efektif oleh otoritas independen yang kompeten terkait kematian Amini.”
Protes telah menyebar di setidaknya 46 kota, dan desa di Iran. TV pemerintah melaporkan bahwa setidaknya 41 pengunjuk rasa dan polisi tewas sejak protes dimulai 17 September.
Berdasarkan pernyataan resmi pihak berwenang, Associated Press menghitung setidaknya 14 orang tewas dan lebih dari 1.500 demonstran ditangkap.
Sementara itu, Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) yang berbasis di New York mengatakan, pihaknya mendokumentasikan penangkapan setidaknya 23 jurnalis ketika bentrokan antara pasukan keamanan dan pengunjuk rasa memanas.
CPJ dalam pernyataannya, Rabu, meminta pihak berwenang Iran untuk segera membebaskan wartawan-wartawan yang ditangkap sewaktu meliput kematian Amini dan protes-protes yang terjadi setelahnya. [ab/uh]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.