Kondisi anak-anak yang paling rentan di Sudan kini sangat menyedihkan. Tanpa intervensi kemanusiaan yang sangat mendesak, separuh dari anak-anak yang paling kekurangan gizi diperkirakan akan meninggal, demikian petikan pernyataan badan-badan PBB hari Jumat (23/9).
Menggarisbawahi apa yang oleh para veteran pekerja bantuan kemanusiaan sebagai krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya, Perwakilan Dana Anak PBB UNICEF di Sudan, Mandeep O’Brien, mengatakan “saat kita berbicara hari ini, ada 650.000 anak yang menderita kekurangan gizi akut yang parah. Jika tidak mendapatkan perawatan, setengah dari mereka akan meninggal.”
Kudeta militer pada Oktober 2021 yang memicu pembekuan dana internasional untuk operasi bantuan dan dalam beberapa kasus memaksa tim bantuan PBB memangkas separuh jatah dana itu, telah bergulir menjadi krisis kemanusiaan yang akut di Sudan.
Direktur Program Pangan Dunia PBB WFP di Sudan, Eddie Rowe, mengatakan “kerusuhan” politik yang sedang berlangsung juga melemahkan struktur dukungan negara untuk keluarga-keluarga yang berjuang keras, terutama dengan kenaikan harga pangan yang dramatis, dan kekerasan antar-suku.
Saat ini WFP memproyeksikan bahwa sekitar 15 juta orang akan kelaparan setiap hari, dan “kami terus melakukan kajian karena indikator kami memperkirakan hal ini dapat meningkat hingga 18 juta orang pada akhir bulan ini.”
Ditambahkannya, “Kami masih bergulat dengan peningkatan insiden terkait konflik suku dan kekerasan, dan ini sebenarnya telah meluas tidak saja ke Darfur, tetapi juga bagian-bagian lain Sudan. Perang di Ukraina juga menimbulkan dampak yang signifikan. “Negara yang tidak stabil secara politik, mengakibatkan krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ujarnya.
Dalam seruannya kepada masyarakat internasional untuk “memperkuat solidaritas dengan anak-anak Sudan,” Mandeep O’Brien mengatakan krisis ini tidak saja mencerminkan kekurangan pangan, tetapi juga layanan kesehatan dasar, air bersih, sanitasi dan pendidikan.
“Imunisasi rutin di Sudan telah menurun. Antara tahun 2019 dan 2021, jumlah anak-anak yang belum menerima satu dosis vaksin penyelamat jiwa telah berlipat ganda,” ujarnya kepada wartawan di Jenewa.
Menggemakan kekhawatiran itu, perwakilan badan urusan pengungsi PBB UNHCR, Axel Bisschop, memperingatkan bahwa pengungsi ke luar Sudan dan pengungsi internal di Sudan telah mengalami biaya hidup yang “meroket.” Hal ini terkait dengan “dampak perang di Ukraina, dampak pandemi COVID-19 yang panjang, dan cuaca ektrem akibat krisis iklim.”
Sudan saat ini menampung sekitar 1,1 juta pengungsi, ujar penjabat UNHCR itu, seraya mencatat bahwa bentrokan antar kelompok tahun ini serta penjarahan desa, pasar, rumah dan ternak di seluruh Darfur, Kordofan dan Nil Biru telah membuat lebih dari 177.000 orang mengungsi. “Ada pula sekitar 3,7 juta pengungsi internal.”
UNHCR pada 13 September lalu menerima hanya sepertiga dari US$348,9 juta yang dibutuhkan untuk menanggapi dan memberikan bantuan serta perlindungan kepada warga sipil di tengah kebutuhan yang terus meningkat. [em/pp]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.