Berkumpul di halaman Balairung Universitas Gadjah Mada, Sabtu (17/9) sore, 32 pimpinan perguruan tinggi di Yogyakarta ini mengeluarkan sepuluh butir seruan moral. Upaya ini, menurut Rektor Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Prof Al Makin, diharapkan mampu mengembalikan fungsi demokrasi, proses pengawasan dan keberimbangan, dan kembali kepada moralitas awal ketika Indonesia didirikan.
“Sudah banyak sekali kritik dari para ilmuwan, kritik dari para komentator, kritik dari para yang bijaksana tentang proses demokrasi yang perlu dipikirkan lagi lebih mendalam, untuk kembali kepada moral, integritas, kejujuran,” kata Al Makin.
Melalui seruan ini, kampus mengajak komponen bangsa menjadikan pemilu sebagai media pendidikan politik, guna pembangunan moral bangsa yang lebih mengedepankan nilai kejujuran, keteladanan, dan keadaban kontestasi dalam sistem demokrasi, dan menghindari persaingan politik kotor demi kekuasaan semata.
Kedua, menyerukan seluruh komponen bangsa untuk menjamin pemilu berjalan secara partisipatif bagi seluruh bangsa Indonesia dan tidak dimonopoli oleh segelintir elit kelompok oligarki yang mengabaikan kepentingan publik. Ketiga, mengajak seluruh komponen bangsa untuk menghindari politik biaya tinggi, mencegah politik uang, dan menolak nepotisme yang kian mendangkalkan makna pemilu.
Keempat, mengajak seluruh komponen bangsa untuk menghindari jebakan penyalahgunaan identitas dengan politisasi agama, etnis, dan ras, yang berpotensi menimbulkan konflik dan kekerasan tidak berkesudahan yang merusak persatuan dan kesatuan bangsa. Kelima, mendesak para elit politik, penguasa ekonomi, partai politik, dan penyelenggara pemilu untuk memberikan keteladanan, berintegritas, dan bermartabat dalam berdemokrasi sesuai konstitusi.
Keenam, mendorong seluruh komponen bangsa menjadi warga merdeka yang tidak mudah terpengaruh hasutan, hoaks, dan ujaran kebencian, atau berbagai upaya lain yang menciptakan perpecahan dan pembelahan sosial yang sering terjadi dan berdampak buruk pada masyarakat.
Seruan ketujuh, menuntut partai politik untuk menjamin akuntabilitas dalam menjalankan tugas dan fungsinya serta memastikan kehadirannya di tengah-tengah masyarakat. Kedelapan, mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dan kritis dalam penyelenggaraan bernegara dan bermasyarakat sebagai bentuk kualitas kewarganegaraan.
Kesembilan, mengajak semua komponen bangsa untuk tidak menggunakan kebebasan demokrasi secara manipulatif yang justru mencederai hak-hak orang lain atau melanggar konstitusi. Kesepuluh, mengajak seluruh civitas academica, masyarakat sipil, dan media massa berperan aktif untuk melakukan edukasi publik guna meningkatkan literasi demokrasi dan kebangsaan, serta mengawasi jalannya kekuasaan.
Rektur UGM Prof Ova Emilia yang membacakan seruan tersebut, menyatakan bahwa perguruan tinggi menentukan jalannya negara. Upaya itu, dilakukan salah satunya dengan mengawal hal-hal baik dan perlu diliterasikan ke publik.
“Bukan hanya untuk internal di dalam universitas, tapi juga keluar. Jadi, disini perannya adalah universitas sebagai pendidik bangsa secara umum. Makanya seruan ini disampaikan untuk memunculkan atau menguatkan kembali peran universitas untuk kebaikan publik dan bangsa,” ucapnya.
Rektor Universitas Widya Mataram, Prof Edy Suandi Hamid berharap, seruan ini menghapus kritik, bahwa kampus adalah menara gading yang seolah lepas dari berbagai persoalan bangsa.
“Dalam konteks ini, karena proses Pemilu adalah mencari pemimpin, dengan seruan ini kita mengingatkan semua elemen bangsa termasuk partai politik, melakukan rekrutmen yang betul-betul baik, untuk mencari pemimpin bangsa ini. Mencari pemimpin yang kompeten, berintegritas dan memiliki komitmen untuk memecahkan persoalan-persoalan besar bangsa ini,” ujarnya.
Sementara Rektor Universitas Sanata Dharma, Albertus Bagus Laksana, Ph.D meyakini, bahwa kampus harus terlibat dalam dinamika untuk kebaikan publik.
“Dan kami sadar, bahwa momen Pemilu dan momen demokratis sebagai perjalanan kita sebagai bangsa, memerlukan peran universitas ini,” ujar Bagus.
Secara global kampus berperan dalam peradaban bangsa-bangsa tidak hanya refleksi intelektual akademis, kata Bagus, tetapi juga bergandengan tangan dengan kekuatan publik, untuk membangun demokrasi dan kesejahteraan umum. Bagus juga memastikan, bahwa mahasiswa di kampus-kampus akan ikut terlibat dalam seruan ini.
“Kami juga ingin memberi kontribusi yang khas di dalam kampus, dalam hubungannya dengan perkara demokrasi, pemilu yang lebih berkualitas, dan membangun keadaban bangsa ini,” tegas Bagus.
Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Prof M Irhas Efendi, mengingatkan, bahwa di masa lalu ekses keterbelahan masih terasa sampai saat ini.
“Apapun aspirasinya, apapun pilihan politiknya di pemilu nanti, kita tetap harus menjaga rasa persatuan kita. Ekses pemilu yang sudah terjadi, di pilgub, di pilpres tidak bisa dihindari. Kita mesti tetap kukuh, mencintai tanah air bersama-sama. Kita harus tetap setia pada Pancasila sebagai ideologi negara,” kata Irhas. [ns/ah]
Artikel ini bersumber dari www.voaindonesia.com.