Perusahaan minyak sawit RI telah lestarikan hutan

Perusahaan minyak sawit RI telah lestarikan hutan

Laporan terbaru dari CDP, organisasi nirlaba yang menjalankan sistem pelaporan lingkungan global, menyoroti pentingnya percepatan aksi perusahaan untuk menghilangkan risiko deforestasi dari pembelian atau produksi minyak sawit di Indonesia. 

Laporan yang berjudul ‘Mengukur kemajuan menuju rantai pasok minyak sawit berkelanjutan”, menyoroti peran hutan sebagai penyedia sumber kebutuhan mendasar untuk mata pencaharian dan ekosistem. Sekitar 500 juta orang menggantungkan hidupnya secara langsung pada hutan. Terdapat kemajuan positif, di mana pada lima tahun terakhir, tingkat deforestasi pada kawasan hutan primer menunjukkan penurunan. Laporan ini mengingatkan kembali pentingnya perusahaan untuk meningkatkan ambisinya guna melanjutkan tren penurunan ini.

Laporan edisi keempat ini, memantau kemajuan perusahaan berdasarkan 15 indikator kinerja utama (IKU) dari CDP. IKU ini dibuat berdasarkan serangkaian pengukuran yang diterima industri agar perusahaan bisa melacak kemajuan menuju masa depan hutan yang positif. Laporan terbaru CDP ini dapat digunakan perusahaan yang menggunakan atau memproduksi minyak sawit dari Indonesia sebagai alat untuk melacak kemajuan dalam upaya menghilangkan risiko deforestasi dari rantai pasoknya.

Direktur Asia Tenggara dan Oseania dari CDP John Leung melihat, sejumlah perusahaan komoditas yang menggunakan dan/atau memproduksi minyak sawit telah mengambil berbagai langkah penting untuk melestarikan hutan dan melindungi keanekaragaman hayati.

“Laporan ini menunjukkan bahwa perusahaan telah meningkatkan sistem ketertelusuran serta kepatuhan sekaligus meningkatkan keterlibatannya dalam rantai pasok minyak sawitnya. Namun, menjelang COP15 (Konferensi Keanekaragaman Hayati PBB, Montreal Desember 2022), perusahaan perlu melihat apa yang bisa mereka lakukan lebih dari sekedar mengelola rantai pasok, tetapi juga apa dampak keputusan bisnisnya terhadap isu pelrindungan keanekaragaman hayati meliputi penyelenggaraan proyekl restorasi dan perlindungan ekosistem,” papar dia dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/8).

Berdasarkan temuan laporan ini, sejumlah perusahaan telah mengambil langkah penting untuk melindungi keanekaragaman hayati. Tetapi, diperlukan lebih banyak lagi perusahaan untuk mempercepat tingkat aksi. Terutama dengan menggunakan cara yang sama untuk menangani isu keanekaragaman hayati seperti halnya perubahan iklim. Dengan pelaporan informasi melalui CDP, perusahaan dapat mendorong tingkat aksi menuju perubahan yang dibutuhkan. 

Laporan ini menganalisa data dari 167 perusahaan yang memproduksi atau membeli minyak sawit dari Indonesia yang diungkapkan melalui kuesioner hutan CDP pada 2021. Laporan ini menemukan bahwa, meskipun perusahaan mengadopsi aksi yang lebih luas untuk menghilangkan risiko deforestasi dalam rantai pasoknya, diperlukan tindakan lebih lanjut untuk memperkuat kebijakan dan komitmennya. Ini bisa dilakukan dengan mengintegrasikan isu sosial dan lingkungan, diikuti dengan target yang ambisius, terukur, serta berbatas waktu.

Laporan ini juga menemukan bahwa 44% (atau sebanyak 74) perusahaan melaporkan risiko deforestasi senilai lebih dari US$18 miliar terkait pemanfaatan dan/atau produksi minyak sawit di Indonesia. Akan tetapi, biaya yang dikeluarkan sebagai langkah dini untuk mengelola risiko yang dilaporkan oleh 40% (atau sebanyak 67) perusahaan hanyalah sebagian kecil dari total nilai risiko, yaitu sebesar US$656,4 juta.


Artikel ini bersumber dari www.alinea.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *